Pergaulan Bebas Di Lingkungan Akademika



Oleh : Siti Firdiani


Pergaulan bebas di lingkungan dan kalangan pendidik, kependidikan dan pelajar, bukanlah hal asing terdengar di telinga kita. Banyak faktor yang mempengaruhinya terlebih lagi di era global dan era digital yang sangat komplek. Mulai dari cara berfikir yang berubah secara signifikan. Bahkan etika yang kurang bermoral banyak kita temui di lingkungan dan kalangan terpelajar. Lingkungan yang seharusnya membina pelajar menjadi anak yang terdidik, terpelajar, bermoral dan berakhlak. Akan tetapi tidak sedikit orang yang malah jauh dari apa yang diharapkan.

Baca Juga: Risalah Kerinduan

Sesungguhnya ini sebuah ironi yang tak pantas bagi dunia pendidikan di Indonesia. Negara yang dalam dasar konstitusionalnya secara eksplisit termaktub bahwa Indonesia adalah Negara yang mengakui eksistensi agama, dengan kata lain Indonesia merupakan Negara yang ber-ketuhanan. Agama yang memiliki doktrin tentang moralitas, saat ini memang terasa semakin tergerus. Orang sudah tidak menganggap bahwa aturan moral dianggap sesuatu yang hakiki. Oleh karena itu, hukumnya absolut. Tidak ada bantahan lagi bagi para penganutnya. Karena agama adalah persoalan yakin atau tidak. Tidak ada satu ajaran agama manapun yang mengamini perilaku pergaulan bebas. Artinya bahwa secara gamblang dijelaskan seperti hubungan diluar nikah, dan bahkan berganti-ganti pasangan, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan meminum-minuman beralkohol tentu sangat dilarang.

Infiltrasi budaya yang masuk ke Idonesia memang menjadi salah satu penyebab mengapa itu bisa terjadi. Kurangnya pengawasan dan acuhnya kita sebagai insan yang mengerti akan pentingnya moral dan akhlak menjadi senjata tidak berguna, karena nilai-nilai religiusitas dan kearifan lokal mulai pudar. Bukan suatu kebanggaan apalagi kemajuan jika kita ikut mengadopsi gaya hidup kaum yang tidak mengenal batas. Gaya hidup yang dikemas sejatinya bukan semakin memajukan peradaban manusia. Tetapi semakin merusak dan semakin mengkerdilkan pemikiran manusia dengan mengatas namakan kemajuan zaman.

Baca Juga: Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang HIV-AIDS Dengan Perilaku Seksual Remaja

Dalam artian luas, segala perbuatan atau pekerjaan hendaknya selalu mengingat aturan adat dana agama, jangan hendaknya bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Kita telah sangat jauh dengan apa yang pernah ada di bumi Indonesia. Inferioritas menggunakan identitas asli ke-Indonesiaan dianggap sebagai gaya hidup kuno atau ketinggalan zaman. Hidup instan dengan menyelesaikan “permasalahan hidup” melalui penyalahgunaan narkotika, minum-minuman beralkohol dan juga berperilaku hedonistik dengan gaya perilaku bebas menjadi pilihan. Padahal semua itu tidak mencerminkan budaya luhur bangsa Indonesia. Adab, batasan, etika, inheren dengan masyarakat yang berbudaya dan budi pekerti luhur.

Sebagai poin penting dalam mengembalikan kepribadian bangsa. Negara harus menghidupkan kembali budaya asli Indonesia. Proteksi anak bangsa dari budaya asing yang merusak agar tidak kebablasan, menjadi keharusan. Melalui proses penguatan pendidikan agama dan keraifan lokal pada generasi muda Indonesia. Sementara pelajar merupakan asset atau modal utama pembangunan masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan, dilindungi kesehatannya agar baik, cerdas, berilmu, kreatif, terampil dan mandiri sebagai anak bangsa.

Pepatah mengatakan “generasi muda harapan masa depan bangsa”, maka dari itu harus kita tanggapi secara serius oleh seluruh instrument dan elemen masyarakat, tidak hanya kepolisian saja yang bertanggung jawab melainkan semuanya harus sadar untuk mewujudkan generasi muda yang memiliki jiwa sehat, berkualitas dan terampil itu semua adalah tanggung jawab kita semua.

Tentang Penulis
** Alumni Pendidikan Kebidanan Politeknik Kesehatan Bhakti Pertiwi Husada (BPH) Cirebon tahun 2016. Penulis juga pernah menempuh pendidikan Akademi Kebidanan Di Kampus Uniska Karawang.
https://www.facebook.com/siti.firdiani.9/about?lst=1694068452%3A100004442010264%3A1480652051

Comments

Popular posts from this blog

Biografi Lengkap Prof. Dr. H. Cecep Sumarna

Soal UAS Mata Kuliah Filsafat Pendidikan STKIPM Kuningan

Paradigma Terbalik