FILSAFAT DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FILSAFAT
DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Matematika, Universitas Negeri
Yogyakarta
1.
Filsafat Umum
Kajian awal yang menarik pada bagian ini diawali dari sebuah pengantar yang
menarik untuk dikupas dan layak menjadi pengantar dalam kajian ini. Berikut
adalah bentuk narasi yang menginspirasi dan menerangkan tentang bagaimana
tentang filsafat bahwa:
Filsafat adalah olah pikir. Berpikir dimulai
dengan bertanya atau ditanya. Tidak setiap perkara dapat ditanya, dan tidak
setiap pertanyaan dapat atau dijawab. Tetapi filsafat mampu bertanya dan menjawab
tentang banyak hal.
Berdasarkan kajian di atas menggambarkan bagaimana kedudukan filsafat sebagai
sumber dan
awal bagi tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di semua
Negara di dunia ini (Marsigit, 2013). Sedangkan pengertian filsafat menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) diartikan sebagai pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal,
dan hukumnya. Berdasarkan kedua argument di atas dapat kita pahami secara
praktis bahwa filsafat merupakan sebuah
pemikiran kritis yang menggali ke dalam asumsi, konsep, dan keyakinan
tentang realitas dan eksistensi.
Kemudian terdapat pertanyaan menarik tentang bagaimana kedudukan agama
dengan filsafat. Pada pertemuan 1 perkuliahan Prof. Marsigit menjelaskan
tentang bagaimana cara kita memandang agama dengan filsafat. Dimana cara
pandang kita dalam mempelajari filsafat harus menganggap bahwa dunia ini
berdimensi yang dimulai dari perbuatan, naik menjadi tulisan, naik menjadi
kata-kata, naik menjadi pikiran, dan naik menjadi hati. Sehingga untuk
mempelajari filsafat harus menetapkan iman dan taqwa pada Tuhan yang maha
kuasa. Kajian tersebut menyiratkan bahwa dimensi kehidupan yang dibangun untuk
memperdalam pemahaman terhadap filsafat merupakan bagian yang perlu dipahami
secara utuh, sehingga Ketika mendapatkan kekacauan dalam pikiran kita akan
Kembali pada ketetapan awal kita pada keyakinan berupa iman kepada Tuhan.
Kajian di atas sejalan dengan pernyataan yang dihasilkan dari Analisa
mendalam menggunakan hypothetical-reflections (Marsigit, 2013) yang menjelaskan bahwa:
“Setingg-tinggi ilmu dan pikiran (filsafat)
tidaklah mampu mengetahui segala seluk beluk hati (spiritual). Sehebat-hebat
ucapan, tidaklah mampu mengucapkan semua yang dipikirkan. Sehebat-hebat
tulisan, tidaklah mampu menulis semua ucapan. Sehebat-hebat perbuatan, tidaklah
mampu melaksanakan semua tulisan. Maka janganlah kita mengandalkan hanya
pikiran (filsafat) saja untuk memaknai spiritual (agama), melainkan bahwa gunakan
dan jadikan hati kita masing-masing sebagai komandan dalam hidup kita.
Sesungguhnya, di dalam hati itulah bernaung ilmu spiritualitas kita
masing-masing.”
Keyakinan pada agama yang dianut memang perlu
ditekankan dalam diri seseorang sebelum mempelajari filsafat. Beberapa hal yang
terjadi diantaranya Ketika era saat ini kemajuan teknologi dan perkembangan
dunia yang sangat pesat menurunkan sebuag pemikiran-pemikiran yang lebih logis
melalui berfilsafat. Berkembangnya kaum Positivisme (Auguste Compte) lebih menempatkan agama
sebagai sesuatu yang primitive dan tradisional. Bahkan cenderung agama
dipandang sebagai suatu factor penghambat dalam kemajuan teknologi. Sebagai
contoh, donor sperma yang banyak ditentang oleh beberapa ormas keagamaan. Salah
satunya MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengeluarkan fatwa bahwa bayi
hasil inseminasi buatan dengan sperma dan ovum dari selain pasangan
suami-isteri yang sah hukumnya haram. Bahkan pandangan dari sisi agama hal
tersebut sama dengan perbuatan berzina dan dilarang keras oleh agama. Pada
kasus di atas bisa saja kaum positivisme akan lebih berpandangan bahwa donor
sperma menjadi bukti akan berkembangnya teknologi yang dapat memudahkan manusia
bahkan membantu manusia dalam skema tertentu.
Ketika kita mampu mendudukan agama dan
keyakinan kepada Tuhan yang maha kuasa tentu akan memiliki pandangan yang lebih
berbeda dalam menghadapi kasus di atas. Kecepatan berpikir yang bahkan diyakini
memiliki kecepatan yang lebih tinggi dari Cahaya akan membuat kita terbelenggu
dalam suatu keadaan tertentu yang mengakibatkan adanya perubahan cara pandang.
Kembali pada Quiz 1 yang merupakan pertanyaan
filsafat dan membuat seluruh mahasiswa mendapatkan nilai 0. Pemberian quiz
tersebut menyiratkan bagaimana seseorang tidak boleh menyombongkan diri karena
sesungguhnya semua manusia berawal dari 0. Pada quiz tersebut menjelaskan bahwa
filsafat berkaitan dengan pikiran setiap individu masing-masing. Filsafat itu
menuju dalam keadaan memikirkan atau berpikir dengan kata lain filsafat menuju
pada logos. Sedangkan dalam keadaan awal sebelum berpikir dinamakan
sebagai mitos. Berdasarkan dua penyataan di atas menyiratkan bahwa
sebenar-benar orang berpikir untuk mencari ilmu merupakan bagian dari filsafat
yakni berawal dari tidak berpikir atau mitos sampai pada memikirkannya
atau logos. Setiap fenomena atau kejadian tertentu kemudian kita tidak
ingin memikirkan atau berolah piker maka hanya menguap begitu saja menjadi
sebuah mitos. Ketika dari fenomena yang terjadi berpikir untuk membuat
diskusi menentukan alternatif penyelesaiannya dan lain sebagainya, maka kita
berada pada posisi logos.
Pandangan tentang rumah dari filsafat
menggunakan Bahasa, begitupun sebaliknya tanpa ada Bahasa maka tidak ada
pikiran. Kemudian kendaraan dalam filsafat
disebut sebagai analog. Kendaraan ini dipandang sebagai cara dalam berfilsafat.
Dalam percakapan sehari-hari, kita sering menggunakan analogi untuk membantu
lawan bicara memahami dan mencerna informasi yang kita sampaikan. Misalkan,
Ketika kita akan membandingkan konsep yang kompleks dengan kompleks yang lebih
sederhana agar lebih mudah dipahami. Analogi membantu menyederhanakan topik dan
memastikan lawan bicara mengerti meski belum pernah mengalami hal tersebut
sebelumnya.
Sedangkan tujuan dari filsafat ini ada dua,
yaitu ekstensi dan intensi. Ekstensi merupakan tujuan kedepan dan intensi
adalah tujuan saat ini. Intensi dimaknai jadi sesuatu yang luas seluas-luasnya
sedangkan intensi adalah dalam sedalam-dalamnya. Pernyataan di atas menyiratkan
bahwa saat berfilsafat seseorang akan berpikir secara luas dan dalam untuk
melakukan suatu kajian tertentu. Kemudian baju dari filsafat merupakan forma
atau bentuk. Harapan kedepan dari filsafat merupakan sebuah esensi. Esensi adalah hal
yang dasar atau ide paling penting dari sesuatu. esensi diartikan sebagai
kualitas yang mendasari suatu konsep, dan pemahaman tentang esensi bergantung pada sudut pandang individu. Dalam filsafat, esensi
mengacu pada hakikat sesuatu yang terlepas dari pertanyaan tentang keberadaannya.
Jadi, esensi adalah inti yang memperkuat makna dan keberadaan suatu hal.
Filsafat
seringkali dianggap sebagai bidang yang kompleks, tinggi, dan abstrak, jauh
dari kehidupan sehari-hari. Anggapan ini membuat banyak orang melihat para
filsuf sebagai individu yang memiliki kecerdasan luar biasa dan tidak terhubung
dengan masalah praktis yang dihadapi oleh orang biasa. Namun, kenyataannya,
masalah-masalah filsafat adalah persoalan yang pernah dipikirkan oleh setiap
orang, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kita sering bertanya-tanya
tentang makna hidup, mengapa hal-hal tertentu terjadi, atau mengapa seseorang
melakukan tindakan tertentu yang tidak kita mengerti. Semua pertanyaan ini
merupakan bagian dari pemikiran filosofis yang telah ada sejak lama.
Filsafat,
dalam pengertian yang lebih luas, adalah upaya untuk memahami dan mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental yang sering kali tidak bisa
dijawab dengan mudah. Pertanyaan-pertanyaan filosofis ini bukan hanya soal
teori abstrak, tetapi juga berkaitan dengan kenyataan hidup yang kita alami
sehari-hari. Dalam proses ini, kita sebenarnya sudah berfilsafat, meskipun
mungkin tidak terstruktur atau sistematis. Filsuf terkenal memikirkan
masalah-masalah yang seringkali kita pikirkan juga, hanya dengan cara yang
lebih mendalam, terarah, dan logis.
Mengapa kita
belajar filsafat secara lebih sistematis? Sebabnya adalah untuk mengembangkan
kemampuan kita dalam menganalisis pertanyaan dan jawaban yang ada, serta
mengarahkan pemikiran kita ke arah yang lebih kritis dan terstruktur.
Mempelajari filsafat memungkinkan kita untuk lebih memahami berbagai perspektif
dan jawaban yang ada untuk masalah-masalah kehidupan, meskipun mungkin tidak
ada jawaban pasti yang dapat memuaskan setiap orang. Bahkan, seringkali satu
jawaban akan memunculkan lebih banyak pertanyaan baru. Filsafat bukan hanya
soal menemukan jawaban, tetapi juga tentang kemampuan untuk mengajukan
pertanyaan yang lebih baik, serta memahami di mana dan bagaimana kita bisa
mencari jawabannya.
Dalam
pembelajaran filsafat, kita tidak hanya belajar untuk menerima kebenaran begitu
saja, tetapi juga untuk meragukan dan mengkritisi apa yang selama ini dianggap
benar. Berfilsafat mengajarkan kita untuk berpikir secara terbuka dan reflektif,
memungkinkan kita untuk melihat kehidupan dan dunia ini dari sudut pandang yang
lebih mendalam dan penuh makna. Meskipun bisa jadi ini akan membuat kita merasa
bingung dan penuh pertanyaan, itulah yang membuat filsafat menjadi sangat
berharga—membantu kita mengarahkan rasa ingin tahu kita ke arah yang lebih
jelas dan terarah.
1.
Angapan Umum
Dalam
kehidupan sehari-hari, istilah ‘filsafat’ sering dipahami secara lebih
sederhana atau praktis. Banyak orang menganggap filsafat sebagai suatu teori
atau pandangan hidup yang digunakan untuk mendekati masalah besar dalam
kehidupan. Misalnya, ketika orang mengatakan bahwa suatu kelompok memiliki
“filsafat politik” yang liberal atau konservatif, atau bahwa pendidikan di
suatu negara didasarkan pada suatu “filsafat,” maka filsafat tersebut
seringkali diartikan sebagai suatu teori umum atau prinsip yang mempengaruhi
cara pandang atau cara bertindak dalam konteks tertentu. Dalam pengertian yang
lebih sehari-hari, filsafat bisa berarti "pendapat" atau "pemikiran"
tentang sesuatu.
Selain itu,
filsafat juga sering dipahami sebagai pandangan hidup yang lebih mendalam
tentang bagaimana kita seharusnya mengatur hidup kita. Misalnya, ada pandangan
hidup yang menganggap bahwa "hidup untuk makan" atau "makan
untuk hidup," yang disebut filsafat karena mempengaruhi cara orang
tersebut menjalani kehidupan mereka. Dalam konteks ini, istilah filsafat juga
digunakan untuk menggambarkan sikap atau prinsip hidup yang lebih pragmatis dan
praktis.
Namun, filsafat dalam pengertian ini lebih bersifat
konseptual dan sering kali dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan besar tentang
kehidupan, seperti "Apa arti hidup ini?" atau "Mengapa sesuatu
terjadi?" Filsafat sering kali berhubungan dengan pemikiran yang lebih
mendalam, di luar kebutuhan atau tuntutan sehari-hari, dan kadang-kadang
mencakup konsep-konsep abstrak. Ini menjelaskan mengapa banyak orang menganggap
filsafat sebagai sesuatu yang sulit atau rumit untuk dipahami, apalagi jika
pemikiran atau ajaran filsafat dianggap hanya dapat dipahami oleh para ahli
atau filosof.
Di sisi lain,
masyarakat juga seringkali mengaitkan filsafat dengan nasehat-nasehat yang
lebih mendalam atau bijaksana, meskipun terkadang nasehat tersebut disampaikan
dalam bentuk yang lebih metaforis. Misalnya, ungkapan tentang "filsafat
garam" dan "filsafat gincu" menggambarkan perbedaan antara
perjuangan yang tulus dan berkesan (seperti garam yang tak terlihat tetapi
memberikan rasa pada makanan) dengan perjuangan yang hanya tampak luarannya
saja (seperti gincu yang bersifat sementara dan hanya untuk tampil menarik).
Filsafat di sini mengarah pada pemahaman hidup yang lebih dalam dan lebih
berdampak, alih-alih sekadar mengejar pengakuan atau perhatian.
Secara
keseluruhan, meskipun filsafat seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sulit
dan hanya bisa dipahami oleh kalangan tertentu, pada kenyataannya filsafat
adalah bagian dari kehidupan kita yang bisa dilihat dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan mendalam yang kita hadapi setiap hari. Pemahaman tentang
filsafat ini juga bisa membantu kita untuk lebih kritis dan reflektif terhadap
berbagai masalah hidup.
2.
Definisi
Dari penelusuran etimologis dan definisi-definisi yang
diajukan para ahli, kita bisa memahami bahwa filsafat merupakan suatu usaha
untuk mencari kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam, sering kali terkait
dengan pencarian kebenaran yang lebih universal atau hakikat kehidupan. Berikut
adalah beberapa pemahaman filsafat menurut para ahli yang dapat memberikan
gambaran lebih jelas:
- Etimologi: Kata "filsafat" berasal dari bahasa
Yunani, yaitu philosophia, yang terdiri dari dua kata, philein (mencintai)
dan sophia (kebijaksanaan). Secara harfiah, filsafat
berarti cinta kebijaksanaan. Filsuf adalah seseorang yang mencintai dan
mencari kebijaksanaan, seperti yang pertama kali digunakan oleh Pythagoras
sebagai reaksi terhadap klaim-klaim tentang 'ahli pengetahuan'. Pythagoras
menekankan bahwa pengetahuan itu luas dan terus berkembang, sehingga tidak
ada yang bisa mengklaim diri sebagai ahli sejati dalam kebijaksanaan.
- Kamus Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta): Filsafat dipahami sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, dan hukum-hukum dari segala
yang ada di alam semesta, atau mengenai kebenaran dan arti 'adanya'
sesuatu. Ini menunjukkan bahwa filsafat berhubungan erat dengan pencarian
makna dan penjelasan atas segala sesuatu yang ada.
- Merriam Webster’s Collegiate Dictionary: Definisi filsafat di sini sangat komprehensif. Filsafat diartikan
sebagai disiplin ilmu yang mencakup logika, estetika, etika, metafisika,
dan epistemologi. Filsafat adalah pencarian pemahaman umum tentang
nilai-nilai dan kenyataan dengan cara spekulatif, analisis konsep dasar
dan keyakinan fundamental, serta sikap tenang dalam penilaian dan berpikir.
Ini menekankan filsafat sebagai pencarian yang lebih mendalam mengenai
ide-ide dasar dalam kehidupan manusia.
- Pandangan para Filosof:
- Plato: Bagi Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang hakikat atau esensi segala sesuatu.
- Aristoteles: Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi berbagai bidang seperti
logika, fisika, metafisika, dan pengetahuan praktis.
- Bertrand Russel: Filsafat adalah usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan terakhir secara kritis, bukan secara dangkal atau
dogmatis. Ia menekankan pentingnya penyelidikan mendalam tentang
masalah-masalah yang tampaknya sudah dipahami dalam kehidupan
sehari-hari.
- R. Beerling: Filsafat dipahami sebagai pemikiran bebas yang
didorong oleh akal budi mengenai segala sesuatu yang timbul dari
pengalaman.
- Karl Popper: Filsafat, menurut Popper, adalah usaha untuk
menyelidiki secara kritis berbagai pandangan atau filsafat yang diterima
oleh banyak orang tanpa diselidiki lebih jauh.
Melalui berbagai definisi ini, kita dapat melihat
bahwa filsafat tidak hanya terbatas pada teori-teori atau ajaran para pemikir
besar, tetapi juga merupakan proses berpikir kritis yang mendalam, yang terus
berkembang dan mencoba memahami dasar-dasar kehidupan, kebenaran, dan eksistensi.
Dengan demikian, filsafat berfungsi sebagai alat untuk merenung dan mencari
penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan fundamental yang seringkali tidak dapat
dijawab dengan cara biasa.
Sementara itu, Immanuel Kant (1724-1804) merumuskan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dan puncak segala pengetahuan yang
tercakup di dalamnya empat persoalan yaitu:
Apa yang dapat kita ketahui? Apa yang seharusnya dilakukan? Sampai dimanakah harapan kita? Apa hakikat manusia? |
Metafisika; Etika; Agama; Anthropologi |
Tulisan ini membahas ciri-ciri filsafat dan
permasalahan filosofis yang mendasarinya. Dalam konteks ini, filsafat
digambarkan sebagai upaya untuk memahami hakikat segala sesuatu secara
mendalam, menyeluruh, dan sistematis. Beberapa ciri utama filsafat adalah:
1.
Universal: Filsafat mencakup
pemikiran yang luas dan tidak terbatas pada aspek tertentu saja.
2.
Radikal: Filsafat menggali
pemikiran yang mendalam, sampai pada inti dan esensi masalah.
3.
Sistematis: Pemikiran dalam filsafat
disusun dengan pola dan metode yang logis meskipun spekulatif.
Selain itu, ada ciri tambahan yang melengkapi
filsafat, yaitu deskriptif, kritis, analitis, evaluatif, dan spekulatif,
yang mengarah pada pendekatan yang lebih terperinci dalam memahami masalah
kehidupan dan dunia.
Filsafat juga dicirikan oleh pertanyaan-pertanyaan
yang tidak bisa dijawab secara langsung oleh ilmu pengetahuan khusus (seperti
fisika, sejarah, atau sosiologi), tetapi membutuhkan pemikiran yang lebih
mendalam. Sebagai contoh, pertanyaan seperti “Apakah agama itu?” atau “Apakah
tanggung jawab moral sejalan dengan determinisme?” menuntut
penyelidikan yang lebih luas dan mendalam, tidak hanya terbatas pada disiplin
ilmu tertentu.
Selain itu, pertanyaan filsafat memiliki karakteristik
fundamental, yang artinya jawaban terhadap pertanyaan ini dapat mengubah
pandangan dunia secara menyeluruh dan memiliki konsekuensi yang luas.
Pertanyaan filsafat juga bersifat sangat umum, bukan hanya berfokus pada
individu atau kelompok tertentu, tetapi pada manusia secara keseluruhan. Kesimpulannya,
filsafat berusaha untuk memberikan gambaran lengkap tentang realitas, dan
setiap pertanyaan filosofis adalah bagian dari pencarian untuk memahami dunia
secara lebih mendalam dan universal.
4.
Cabang-cabang Filsafat
Tulisan ini membahas berbagai jenis pertanyaan
filsafat yang menjadi fokus dalam tradisi filsafat Barat, yang sudah dibahas
oleh para filosof sepanjang sejarah. Masing-masing jenis pertanyaan ini terkait
dengan area penyelidikan tertentu dalam filsafat. Berikut adalah beberapa jenis
pertanyaan filsafat yang utama:
- Pertanyaan Logika: Logika berfokus pada prinsip-prinsip penalaran
yang benar dan salah. Pertanyaan logika berusaha mengidentifikasi cara
untuk membedakan antara argumen yang sah dan yang tidak sah. Contoh
pertanyaan logika adalah:
- "Apa artinya mengatakan bahwa suatu argumen itu
‘valid’?"
- "Bagaimana kita dapat menguji keabsahan suatu argumen?"
- Pertanyaan Metafisika (Ontologi): Metafisika atau ontologi berusaha memahami hakikat segala sesuatu
yang ada, serta struktur dasar dari keberadaan itu. Pertanyaan metafisik
berusaha untuk mengetahui karakter atau struktur dari apa yang ada. Contoh
pertanyaan metafisik:
- "Apakah sesuatu itu ada, meskipun tidak tertangkap oleh
persepsi manusia?"
- "Setiap benda adalah suatu substansi yang memiliki setidaknya
satu sifat, apakah ini benar?"
- Pertanyaan Epistemologi: Epistemologi
menyelidiki hakikat dan batasan pengetahuan manusia. Pertanyaan
epistemologi berfokus pada bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu dan
dari mana pengetahuan itu berasal. Beberapa contoh pertanyaan
epistemologis:
- "Dalam kondisi bagaimana kita dapat dengan tepat dikatakan
mengetahui sesuatu?"
- "Apakah seluruh pengetahuan tentang dunia nyata timbul dari
pengalaman, atau apakah kita memiliki pengetahuan yang bebas dari
pengalaman?"
- "Bagaimana kita mencapai kepastian absolut dalam logika dan
matematika?"
- Pertanyaan Aksiologi (Teori Nilai):
Aksiologi atau teori nilai berfokus pada pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan nilai-nilai, baik itu dalam hal estetika (keindahan) maupun etika
(kebaikan). Cabang aksiologi yang berfokus pada seni disebut estetika,
dan yang berfokus pada nilai-nilai moral disebut etika atau filsafat
moral. Beberapa contoh pertanyaan aksiologi:
- "Apakah keindahan dan kebaikan itu kualitas yang obyektif ada
dalam benda, atau hanya ada dalam pikiran manusia?"
- "Jika keindahan dan kebaikan adalah objekif, bagaimana kita
dapat memastikan kehadiran atau keabsenannya?"
- "Apakah status keindahan dan kebaikan jika mereka bukan
sekedar sentimen manusia?"
Secara keseluruhan, pertanyaan-pertanyaan filsafat ini
tidak hanya membahas permasalahan teoritis, tetapi juga melibatkan pencarian
akan pengetahuan yang mendalam tentang dunia, keberadaan, nilai, dan penalaran.
Struktur filsafat yang tertata ini memberikan kerangka yang jelas bagi
seseorang yang ingin memulai penjelajahan dalam bidang filsafat.
Pembagian cabang filsafat yang dilakukan oleh berbagai
ahli menggambarkan betapa luas dan mendalamnya cakupan filsafat sebagai
disiplin ilmu. Di bawah ini, kita melihat dua pembagian utama yang dilakukan
oleh Harry Hamersma dan The Liang Gie mengenai
cabang-cabang filsafat:
1.
Pembagian menurut Harry Hamersma:
Filsafat tentang
Pengetahuan:
a. Epistemologi: Studi tentang hakikat, sumber, dan batasan
pengetahuan manusia.
b. Logika: Penyelidikan tentang prinsip-prinsip yang membedakan
penalaran yang sah dari yang tidak sah.
c. Kritik Ilmu: Kajian tentang dasar-dasar dan metode ilmu serta
validitas ilmu.
Filsafat tentang
Kenyataan Menyeluruh:
a. Metafisika Umum
(Ontologi): Studi tentang
hakikat segala sesuatu yang ada.
b. Metafisika Khusus:
c. Teologi Metafisika: Filsafat tentang keberadaan Tuhan dan realitas
transendental.
d. Antropologi: Studi tentang hakikat manusia dan eksistensinya.
e. Kosmologi: Filsafat tentang alam semesta dan struktur dasarnya.
Filsafat tentang
Tindakan:
a. Etika: Kajian tentang moralitas, nilai, dan prinsip
tindakan yang benar.
b. Estetika: Filsafat tentang keindahan dan seni.
c. Sejarah Filsafat:
Kajian tentang perkembangan pemikiran filsafat
sepanjang sejarah dan kontribusi dari berbagai filosof.
Cabang-cabang
Filsafat Khusus:
Filsafat seni,
filsafat kebudayaan, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa,
filsafat hukum, filsafat agama, filsafat sosial, dan filsafat politik.
2. Pembagian menurut The
Liang Gie:
a.
Metafisika: Filsafat tentang
hal ada, atau eksistensi segala sesuatu.
b.
Epistemologi: Studi tentang teori
pengetahuan, hakikat, dan batasannya.
c.
Metodologi: Filsafat tentang
metode atau cara-cara untuk memperoleh pengetahuan.
d.
Logika: Teori tentang
penyimpulan dan argumentasi yang sah.
e.
Etika: Filsafat tentang
pertimbangan moral dan prinsip tindakan yang benar.
f.
Estetika: Filsafat tentang
keindahan dan nilai-nilai estetis dalam seni.
g.
Sejarah Filsafat: Studi tentang perkembangan pemikiran filsafat
sepanjang sejarah.
Penekanan
pada Filsafat Khusus:
Filsafat tidak hanya mengkaji bidang-bidang dasar
seperti metafisika, epistemologi, etika, dan logika, tetapi juga cabang-cabang
filsafat yang lebih spesifik yang berhubungan dengan berbagai disiplin ilmu,
seperti filsafat hukum, filsafat politik, filsafat agama, filsafat sosial, dan
sebagainya. Dengan kata lain, filsafat dapat digunakan untuk menganalisis
fondasi dan asumsi dasar dari setiap bidang ilmu, termasuk hukum, politik, dan
pendidikan.
Manfaat Memahami
Filsafat dalam Ilmu dan Kehidupan:
Filsafat tidak hanya bermanfaat untuk memahami
teori-teori besar tentang kehidupan, tetapi juga membantu kita menjadi pengkaji
yang lebih kritis dan inovatif. Dengan memahami permasalahan filosofis yang
mendasari bidang ilmu yang kita pelajari, kita bisa menjadi lebih sadar dan
terarah dalam pendekatan terhadap masalah-masalah ilmiah. Filsafat membimbing
kita untuk berpikir secara mendalam, tidak hanya dalam konteks ilmu yang kita
tekuni, tetapi juga dalam menghadapi permasalahan kehidupan secara lebih luas.
Dengan memahami pembagian cabang filsafat ini, kita
bisa lebih jelas melihat bagaimana filsafat mengarahkan pemikiran dan
perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu dan kehidupan manusia secara
keseluruhan.
5.
Kegunaan Filsafat
Belajar filsafat memang bukan hanya untuk menjadi
seorang filsuf, dan mungkin tidak selalu memberikan jawaban pasti terhadap
berbagai persoalan hidup, tetapi ada beberapa alasan mengapa mempelajari
filsafat itu sangat berguna, baik untuk kehidupan pribadi maupun profesional.
Berikut adalah beberapa manfaat utama yang dapat diperoleh dengan mempelajari
filsafat:
1. Meningkatkan Kebijaksanaan dan Kedewasaan
Berpikir
Filsafat bukanlah tentang menemukan jawaban pasti,
tetapi lebih tentang mempertanyakan asumsi dan prinsip yang kita anggap sudah
pasti. Dengan filsafat, kita dilatih untuk berpikir kritis, terbuka, dan lebih
bijaksana dalam menghadapi masalah hidup. Sebagaimana dijelaskan, filsafat
mengajarkan kita untuk menjadi lebih "arif dan bijaksana" dalam
mengarungi kehidupan. Mempertanyakan jawaban yang ada dan menggali lebih dalam
tentang hakikat suatu masalah akan membuat kita lebih matang dan cermat dalam
bertindak.
2. Mengembangkan Kemampuan Refleksi dan Pemahaman
Diri
Sering kali, kita bertindak atau berpikir tanpa sadar
mengenai nilai, keyakinan, dan prinsip yang mendasari tindakan tersebut.
Filsafat membantu kita untuk sadar akan hal ini. Dengan filsafat, kita bisa
mengidentifikasi dan memahami alasan di balik pilihan-pilihan yang kita buat
dalam hidup—apakah itu dalam hal moral, etika, atau keputusan pribadi lainnya.
Dengan kata lain, filsafat memampukan kita untuk "lebih sadar" akan
hidup dan pilihan kita.
3. Memperluas Wawasan dan Meningkatkan
Kewaspadaan
Filsafat mengajarkan kita untuk melihat masalah dari
berbagai perspektif dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Banyak orang
yang, meskipun berpengetahuan luas atau memiliki keterampilan hebat, terjebak
dalam cara berpikir sempit dan terasing dari kearifan sejati. Filsafat membantu
kita untuk membuka "tempurung" tersebut dan melihat dunia dengan cara
yang lebih luas, lebih menghargai nilai-nilai kemanusiaan, dan lebih peka
terhadap keberagaman dan kompleksitas kehidupan.
4. Meningkatkan Kemampuan untuk Menyelesaikan
Masalah dengan Cara yang Lebih Mendalam
Tanpa filsafat, kita mungkin cenderung mencari jawaban
yang sederhana atau segera. Filsafat mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru
dalam mencari solusi, tetapi untuk berpikir lebih mendalam dan komprehensif.
Ini juga berlaku dalam banyak profesi atau bidang ilmiah lainnya, di mana
pendekatan filosofis dapat mengarah pada pemecahan masalah yang lebih cermat
dan bijaksana.
5. Menumbuhkan Keterbukaan dan Kerendahan Hati
Filsafat tidak memberikan jawaban pasti atau jaminan
atas kebenaran, dan inilah yang sering kali membuat kita menjadi lebih sadar
akan keterbatasan kita. Ini dapat mengurangi rasa sombong atau keangkuhan,
serta menumbuhkan rasa rendah hati. Dengan filsafat, kita belajar untuk
menerima bahwa kita mungkin tidak selalu tahu segalanya dan bahwa keterbatasan
itu adalah bagian dari eksistensi manusia.
6. Membentuk Pandangan Dunia yang Lebih
Komprehensif
Filsafat memberi kita alat untuk membangun sistem
pemikiran yang lebih utuh dan mendalam. Dengan merenung tentang nilai-nilai
dasar, kita dapat mengembangkan pandangan dunia yang lebih holistik, yang tidak
hanya bergantung pada fakta atau teori, tetapi juga pada refleksi moral, etis,
dan filosofis.
7. Meningkatkan Kualitas Tindakan dan Keputusan
Filsafat mengajarkan kita untuk berpikir lebih
hati-hati tentang tindakan kita dan dampaknya. Ketika kita berpikir lebih
filosofis, kita menjadi lebih bertanggung jawab dalam setiap keputusan yang
diambil, baik itu dalam kehidupan pribadi, pekerjaan, atau berinteraksi dengan
orang lain.
Filsafat
tidak hanya relevan untuk orang yang ingin menjadi seorang filosof, tetapi juga
memiliki dampak yang besar dalam kehidupan sehari-hari kita. Ia membantu kita
menjadi lebih bijaksana, lebih sadar akan tindakan dan keyakinan kita, dan
lebih terbuka terhadap pandangan hidup yang lebih luas. Dengan kata lain,
filsafat tidak hanya memperkaya pengetahuan kita, tetapi juga memperdalam
pemahaman kita tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.
2.
Filsafat Pendidikan Matematika
Ketika kita
mengkaitkan tentang bagaimana memandang filsafat sebagai pola pikir yang luas
dan dalam menggunakan kajian kritis dan mengolahnya dengan cara mensintesa
dikaitkan dengan kajian ilmu matematika. Apakah ketika seseorang berpikir
secara matematis dapat dikatakan sebagai filsafat matematika?. Bagaimana setiap
pikiran yang sifatnya matematika juga merupakan bagian dari filsafat
matematika?. Kajian ini diawali dengan pertanyaan kritis dari Ernest (1991)
bahwa
“Filsafat
matematika adalah cabang filsafat yang tugasnya adalah merefleksikan dan
menjelaskan hakikat matematika. Ini adalah kasus khusus dari tugas epistemologi
yang menjelaskan pengetahuan manusia secara umum. Filsafat matematika membahas
pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa dasar pengetahuan matematika? Apa hakikat
kebenaran matematika? Apa yang mencirikan kebenaran matematika? Apa pembenaran
atas pernyataan mereka? Mengapa kebenaran matematika merupakan kebenaran yang
hakiki?”
Pertanyaan kritis
diatas menjadi dasar dari bagaimana filsafat matematika dapat kita pandang dan
kukuhkan dalam pemahaman kita. Menurut (Haryono, 2015) matematika sebagai
bagian dari ilmu pengetahuan yang memiliki kekhasan dan bersifat pasti sehingga
kedudukan matematika sebagai ilmu pengetahuan dapat memberi inspirasi dalam
mengembangkan dasar pemikiran-pemikiran. Disisi lain, sebagai sebuah ilmu
pengetahuan, kajian dalam matematika diturunkan ke dalam beberapa cabang ilmu
untuk dipelajari dan dikembangkan. Pada hakikatnya kedudukan ilmu pengetahuan
beserta perkembangannya adalah untuk memudahkan kehidupan manusia. Begitu juga
dengan matematika yang digolongkan sebagai ilmu pengetahuan.
Filsafat
matematika juga memiliki ruang lingkup dalam bidang kajian. (Gie 1999)
menyatakan bahwa ruang lingkup kajian matematika meliputi epistemologi
matematika, ontology matematika, metodologi matematika, struktur logi dari
matematika, implikasi etis dari matematika, aspek estetis matematika, serta
peranan matematika dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini juga ditambahkan
oleh (Parnabhakti and Fidiawati 2021) yang mengklasifikasikan kajian ruang
lingkup filsafat matematika antara lain epistemology matematika, ontologi
matematika, metodologi matematika, struktur logika, implikasi etis tentang
penerapan matematika ilmiah dalam perhitungan angka dan aplikasi teorema atau
rumus. (Parnabhhakti and Ulfa 2020) menjelaskan bahwa pada bagian epistemologi
matematika merupakan refleksi pikiran dari pengetahuan, asal usul, sifat alami,
batas, dasar, dan asumsi, prinsip validitas dan reliabilitas. Hal ini sesuai
dengan kajian dari (Gie 1999) bahwa epistemologi matematika berbicara mengenai
teori pengetahuan yang mengkaji tentang matematika. Bagian ontologi matematika
yang merambah pada apa yang ada di dalam matematika, keberadaan dan metafisik.
Secara spesifik (Gie 1999) menyatakan bahwa ontologi matematika menyelidiki
sifat dan entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan, serta pandangan
realisme empirik. Bagian metodologi matematika berbicarra mengenai penelaahan
dan pengkajian akan metode-metode khusus dalam matematika, seperti aksioma
(axiomatic-method), metode hipotetik deduktif (hypothetico deductive method).
Sedangkan pada bagian implikasi etis matematika mempunyai pengaruh matematika
secara luas dalam kehidupan masyarakat seperti perkembangan teknologi dan
statistik yang mendorong lahirnya rumus-rumus yang kompleks untuk menciptakan
teknologi yang semakin maju guna menunjang kehidupan manusia.
Kajian mengenai
ruang lingkup filsafat matematika menunjukkan bahwa begitu dalam dan luasnya
perananan dari filsafat matematika. Namun, terkadang kehadiran dari filsafat
matematika tidak disadari dan dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dengan
bidang kajian dalam matematika dan ilmu-ilmu lainnya. Minimnya telaah terhadap
ruang lingkup filsafat matematika membuat kurangnya refrensi atau kajian
mengenai peranan filsafat matematika dalam kehidupan, bahkan masih minim juga
di bidang pendidikan. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang
melandasi terpenuhinya kebutuhan manusia, melalui pendidikan manusia dapat
berkembang. Bidang pendidikan pun merupakan salah satu bidang yang menjangkau
seluruh lapisan masyarakat di segala usia, oleh karena itu kemajuan bidang
pendidikan sangat diperhatikan oleh setiap negara.
Berbicara mengenai
bidang pendidikan, snagat erat kaitannya dengan pembelajaran di mana setiap
pembelajaran memiliki tujuan yang pasti. Keterkaitan antara filsafat matematika
terhadap rumpun ilmu matematika juga masih sangat jarang dibahas. Bagaimana
kedudukan dari filsafat terhadap pembelajaran matematika, serta fungsi dari
masing-masing ruang lingkup filsafat matematika juga jarang dikupas secara
tuntas. Padahal jika dilakukan peninjauan terhadap bidang kajian filsafat matematika,
terlihat bahwa ada keterkaitan yang terkandung di dalam kajian filsafat
matematika terhadap proses pembelajaran matematika. Van Den Heuvel (Maskar and
Anderha 2019) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika harus berikaitan
dengan realitas, bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari sehingga relevan
dengan nilai yang ada di masyarakat.
Problem-problem
dalam pembelajaran matematika dapat dikatakan menduduki peringkat pertama
dikalangan siswa baik dari jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi.
Kondisi serupa juga dialami oleh sebagian besar siswa yang ada di wilayah
perbatasan yakni Bengkayang. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti, dan
berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan guru, matematika memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi bagi siswa, hal inipun juga terjadi ditingkat perguruan
tinggi di wilayah ini, terlebih lagi pada situasi pandemi Covid-19 yang membuat
pembelajaran beralih secara daring. Problem dalam pembelajaran matematika
menunjukkan bahwa adanya bagian yang tidak tersambung dengan baik dalam
pembelajaran matematika tersebut. Bagian ini dapat berasal dari guru, siswa,
bahan ajar, ataupun media pembelajaran. Kesulitan-kesulitan dalam bidang
pembelajaran matematika bukan menjadi hal pertama, namun ini telah menjadi PR
dalam dunia Pendidikan yang sampai saat ini belum terselesaikan. Sampai pada
titik ini, realisasi terhadap ilmu filsafat ke dalam pembelajaran masih belum
terlihat secara jelas. Padahal filsafat matematika merupakan salah satu ilmu
yang wajib dikuasai oleh calon guru agar dapat menyampaikan materi matematika
secara komprehensif (Suyitno and Rochmad 2015). Mengkaji problem tersebut dan
meninjau kedudukan dari filsafat matematika, maka fokus dalam penelitian ini
adalah untuk menemukan keterkaitan antara kedudukan dari filsafat matematika
dengan pembelajaran matematika.
Lahirnya
matematika merupakan suatu cara untuk memberikan kemudahan dan mengatasi
berbagai persoalan hidup. Untuk mengetahui kedudukan dan peran matematika
secara jelas, maka kedudukan filsafat yang dikatakan sebagai proses berpikir
memperjelas makna dari hadirnya matematika itu sendiri. Menurut, Sinaga et al (2021)
menjelaskan bahwa filsafat matematika merupakan sebuah refleksi terhadap ilmu
matematika sehingga dapat mempertegas makna dari pertanyaan dan jawaban
terhadap matematika itu sendiri. Sementara itu, menurut Siskawati et al (2021)
Filsafat matematika juga dapat dipahami sebagai fenomena maupun aktivitas
sosial manusia dan merupakan bagian dari kebudayaan hidup. Pengertian Filsafat Matematika
juga disampaikan oleh Nugraheni et al (2021) bahwa filsafat matematika sebagai
pemikiran reflektif mengenai pendidikan matematika sehingga memperjelas komponen-komponen
dalam pendidikan matematika.
Sementara itu, Mahendrawan
et al. (2021) mendeskripsikan filsafat matematika sebagai suatu cabang dari
filsafat dengan tujuan merenungkan dan menjelaskan sifat matematika.
Berdasarkan beberapa dari pengertian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
diketahui bahwa filsafat matematika berkedudukan sebagai sebuah cara, upaya,
maupun jalan untuk mengupas kedudukan dari ilmu matematika.
Menurut Prabowo (2009)
pada dasarnya filsafat matematika tidak memberikan penambangan ataupun
pengurangan terhadap teorema sehingga filsafat ini berbeda dengan bidang kajian
dalam ilmu matematika. Penjelasan ini semakin memperjelas bahwa cakupan dalam
filsafat matematika adalah refleksi yang menekankan bagaimana peran dan
kedudukan matematika tanpa mengubah subtansi bahan kajian dalam ilmu matematika
itu sendiri.
Pijakan kita
selanjutnya mencoba untuk memahami bagaimana perbedaan antara filsafat
matematika dengan filsafat Pendidikan matematika itu sendiri?. Pertanyaan ini
menarik untuk dibahas karena sesungguhnya keduanya dikatakan berbeda. Banyak
yang menyebutkan bahwa filsafat Pendidikan matematika lebih kepada pemikiran
berkaitan dengan bagaimana konsep matematika itu diajarkan, bagaimana cara
menghayati sebuah konsep matematika secara utuh dan bermakna. Hal-hal ini yang
dijadikan sebagai hal utama dalam menjelaskan bagaimana penjelasan dari
filsafat Pendidikan matematika.
Filsafat
Pendidikan matematika itu kemudian terkait erat dengan pemahaman tentang dasar
pemikiran dalam konteks Pembelajaran dan metode pengajaran. Filsafat pendidikan
matematika membahas tentang dasar-dasar pemikiran pendidikan
matematika. Dalam konteks ini, kita memperoleh pemahaman tentang perbedaan
antara matematika dan pendidikan matematika, serta keterkaitan keduanya. Mari
kita eksplorasi lebih lanjut tentang bagaimana hubungan matematika dan filsafat.
Filsafat dan matematika memiliki hubungan yang erat. Filsafat adalah pangkal
untuk mempelajari ilmu, dan matematika dianggap sebagai ibu dari segala ilmu. Plato,
seorang filsuf besar dari Yunani kuno, menegaskan bahwa geometri sebagai pengetahuan
ilmiah yang berdasarkan akal murni merupakan kunci menuju pengetahuan dan
kebenaran filsafat. Geometri membuktikan proporsi-proporsi abstrak
mengenai hal-hal seperti garis lurus, segitiga, atau lingkaran
Filsafat matematika memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman
yang lebih mendalam mengenai hakikat dan tujuan dari matematika, serta
bagaimana disiplin ini berkembang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah penjelasan tentang tiga aspek utama dalam filsafat matematika yang
Anda sebutkan:
1. Epistemologi Matematika
Epistemologi matematika membahas asal-usul, hakikat, dan batas-batas
pengetahuan matematika. Ini menyelidiki pertanyaan-pertanyaan dasar
seperti Apa itu matematika? dan Bagaimana kita tahu
bahwa matematika itu benar? Epistemologi ini mencakup berbagai cabang
matematika, termasuk matematika murni dan matematika terapan. Salah satu aspek
penting adalah penekanan pada kebenaran, kepastian, dan rasionalitas dalam
matematika. Filsafat epistemologi matematika berfokus pada bagaimana
pengetahuan matematika diperoleh, baik melalui pengalaman empiris, pembuktian
deduktif, atau abstraksi yang lebih tinggi. Secara keseluruhan, epistemologi
matematika berupaya meletakkan dasar-dasar yang memastikan kebenaran dan
ketepatan matematika sebagai ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari dan
diajarkan.
2. Ontologi Matematika
Ontologi matematika berfokus pada eksistensi dan sifat dasar
objek-objek matematika. Ia mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti Apakah objek-objek matematika benar-benar ada? dan Apa
makna eksistensi matematika? Dalam konteks ini, ontologi mengaitkan
matematika dengan realitas fisik, ruang, dan waktu. Hal ini menunjukkan bahwa
matematika bukan hanya sekadar alat pikir atau bahasa, tetapi juga memiliki
kedudukan sebagai sarana untuk memahami dunia nyata, baik dalam ilmu alam
(natural science) maupun ilmu sosial. Ontologi matematika juga berhubungan
dengan metafisika karena ia menyentuh pada pertanyaan-pertanyaan yang lebih
dalam mengenai hakikat eksistensi entitas matematika yang, meskipun abstrak,
dianggap memiliki kebenaran mutlak yang dapat diterapkan dalam berbagai konteks
kehidupan.
3. Metodologi Matematika
Metodologi matematika mencakup teknik dan pendekatan yang digunakan
dalam praktik matematika, termasuk metode aksiomatik dan deduktif. Filsafat
metodologi matematika berfokus pada bagaimana metode digunakan untuk
membuktikan kebenaran dalam matematika. Salah satu metode utama adalah deduksi,
yang berarti menarik kesimpulan dari prinsip umum menuju hasil khusus. Selain
itu, metode induksi dan dialektika juga sering digunakan dalam pembuktian
matematika, dengan induksi merujuk pada penarikan kesimpulan dari fakta-fakta
khusus menuju hukum umum, dan dialektika mencakup proses penyusunan tesis,
antitesis, dan sintesis untuk menghasilkan pemahaman yang lebih kompleks.
Metodologi matematika, dalam hal ini, membantu menjelaskan bagaimana
pengetahuan matematika dibangun dan diuji, dengan penekanan pada logika dan
validitas argumen.
Memahami filsafat matematika bukan hanya berguna untuk mempelajari
dasar-dasar teori matematika, tetapi juga penting dalam pengajaran matematika.
Dengan memahami epistemologi, ontologi, dan metodologi matematika, para
pendidik dapat mengembangkan pendekatan pengajaran yang lebih bermakna,
menyesuaikan dengan konteks sosial dan budaya siswa, serta menjawab kebutuhan
pendidikan yang lebih luas.
Filsafat pendidikan matematika juga mendorong kita untuk lebih kritis
terhadap bagaimana matematika diterapkan dalam kurikulum dan pengajaran. Selain
itu, ia membantu memperkaya pemahaman bahwa matematika bukan hanya sekadar
keterampilan teknis, tetapi juga suatu proses pemikiran yang mendalam dan
terstruktur yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
logis, dan sistematis pada siswa. Dengan demikian, filsafat matematika
mendukung penciptaan pendekatan yang lebih efektif dalam mengajarkan
konsep-konsep matematika.
3. Ideologi Pendidikan Matematika
Pada bagian ini, penulis mengawali kajian kritis
dengan menggambarkan perkembangan pandangan filosofis yang menjadikan kesadaran
sebagai objek utama dalam filsafat, mencakup aspek yang ada dan yang mungkin
ada. Pandangan ini menekankan bahwa kesadaran dan realitas terdiri dari
berbagai struktur yang saling berhubungan (isomorfis) tetapi berada pada
dimensi yang berbeda-beda. Perbedaan dimensi ini mempengaruhi karakter setiap
individu, yang dibentuk oleh dua komponen penting, yakni "takdir" dan
"ikhtiar". Takdir dan ikhtiar ini saling berinteraksi secara dinamis dan
kontekstual, membentuk karakter manusia yang bersifat final namun juga dapat
berubah seiring waktu.
Interaksi antara karakter manusia yang tertutup
(terbatas oleh kondisi atau takdir) dan terbuka (yang dapat berubah melalui
ikhtiar atau usaha) memungkinkan manusia untuk mencapai dimensi yang lebih
tinggi. Sebaliknya, jika interaksi ini tidak sehat atau terhambat, manusia bisa
terjerumus ke dimensi yang lebih rendah ditunjukkan seperti diagram berikut:
Gambar oleh Marsigit (2013)
Dalam dunia matematika dan pendidikan
matematika, terdapat karakteristik dan objek yang memengaruhi pemahaman dan
pengajaran. Berikut adalah bentuk karakteristik matematika:
a.
Abstrak
Matematika memiliki objek kajian yang
bersifat abstrak. Ini berarti kita mempelajari konsep-konsep yang tidak selalu
terlihat secara fisik.
b.
Kesepakatan
Matematika mengacu pada kesepakatan dan
konvensi. Fakta matematika melibatkan istilah (nama) dan simbol yang telah
diakui secara umum.
c.
Pola Pikir Deduktif
d.
Matematika menggunakan metode deduktif, di mana kita mengambil
kesimpulan berdasarkan premis atau aksioma yang telah diberikan.
e.
Konsisten
Matematika konsisten dalam sistemnya, artinya
aturan-aturan matematika berlaku secara konsisten tanpa kontradiksi.
f.
Simbol Kosong dari Arti
Simbol matematika memiliki makna yang
ditentukan oleh konvensi, bukan makna alamiah.
g.
Semesta Pembicaraan
h.
Matematika memperhatikan konteks dan lingkup pembicaraan
Sementara itu, untuk objek-objek matematika sendiri diuraikan sebagai
berikut:
1.
Fakta, yang diartikan sebagai istilah dan simbol matematika yang telah
disepakati.
2.
Konsep, yang merupakan ide-ide matematika seperti bilangan, geometri,
dan aljabar.
3.
Operasi, keterampilan dalam melakukan operasi matematika seperti
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
4.
Prinsip, prinsip-prinsip yang membentuk dasar matematika
Dalam pendidikan matematika, pemahaman
karakteristik dan objek ini membantu guru memilih strategi pengajaran yang
tepat dan efektif.
Tabel 1. Ideologi
Pendidikan menurut Paul Ernest
Mengacu pada tabel ideologi Pendidikan di atas dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
a. Industrial
Trainer
Aliran
industrial trainer berpendapat bahwa matematika adalah jenis keilmuan yang
netral
dan
tetap. Matematika memiliki batas-batas yang ketat dengan bidang lain seperti
nilai-nilai
prinsip
sosial. Karena dianggap dapat merusak kenetralan dan objektivitas ilmu
matematika,
masalah
sosial tidak dibahas dalam ilmu matematika. ideologi ini tidak menyadari adanya keberagaman sosial kecuali
keberagaman kemampuan matematika yang dimiliki siswa. Aliran industrial trainer
berkisar pada keyakinan bahwa semua tindakan didorong oleh kepentingan industri. Aliran
ini menekankan pada matematika dan keterkaitan antara pendidikan dan dunia industri. Tujuan
utama pendidikan adalah memfasilitasi generasi muda untuk siap bertransisi ke dunia kerja.
Harapannya adalah agar siswa bersekolah guna memperoleh keterampilan membaca,
berhitung, dan pengetahuan ilmiah, yang akan mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja. Maka dari itu, pembelajaran
dapat diartikan sebagai proses “bekerja”, mirip dengan cara tenaga kerja bekerja keras
setiap hari. Setiap pelajaran melibatkan pekerjaan dengan pensil dan kertas, latihan, dan hafalan.
Anak-anak harus dididik tentang arti "usaha" dalam proses belajar. Anak-anak tidak diizinkan
untuk belajar dengan minat mereka. Selain itu, dalam proses belajar, pendekatan otoriter yang ketat
dalam pengajaran diterapkan oleh para pendidik yang memprioritaskan kepatuhan
terhadap norma-norma disiplin dan kurikulum yang berpusat pada pengetahuan. Fokus utama
pengajaran adalah untuk memberikan pemahaman matematika yang komprehensif. Sehingga, pada
aliran ini, guru hanya menerapkan metode ceramah dan siswa pasif selama pembelajaran karena
siswa dianggap sebagai bejana kosong yang harus diisi berbagai materi matematika oleh guru.
Lebih
lanjut, dalam aliran ini tes berfungsi untuk memperoleh kemampuan matematika siswa, memastikan topik siswa,
dan memastikan bahwa tugas sekolah formal telah diselesaikan. Akibatnya, kegagalan dalam
ujian dianggap sebagai kelalaian moral atau kegagalan penerapan diri. Selain itu, kegiatan
diskusi dan kerjasama sangat dilarang karena menghasilkan aksi menyontek di mana siswa mudah
mendapatkan jawaban tanpa bekerja keras. Jadi "kompetisi" adalah motivasi terbaik dalam
aliran ini.
b. Technological
Pragmatism
Aliran
technological pragmatism merupakan kelompok modern yang turun dari industrial trainer. Misi dari kelompok
ini adalah mempromosikan ideologi versi modern dengan tujuan utilitarian yaitu asas
kemanfaatan. Aliran technological pragmatist memandang inti sains dan filsafat matematika sebagai
science of truth. Menurut ideologi ini, pengetahuan mudah diakses, seperti alat praktis.
Matematika, khususnya, dianggap mutlak dan tetap, tidak dapat diubah namun dapat diterapkan. Oleh karena
itu, filsafat matematika mewujudkan absolutisme yang tidak dapat disangkal. Kebenaran sains
terletak pada sifat empiris dan rasionalnya, itulah sebabnya rasionalisme dan empirisme
saling terkait erat.
Dalam
aliran ini, pembelajaran matematika harus diajarkan melalui pengalaman praktis. Pengalaman sangat penting bagi
kemampuan siswa untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan matematika. Seperti
halnya keterampilan berenang, siswa tidak akan mampu berenang hanya dengan melihat
temannya. Mereka akan mampu berenang hanya dengan mempraktekannya secara
langsung. Siswa diharapkan mendapatkan pengalaman praktis dengan menggunakan sumber belajar,
seperti komputer dan berinteraksi dengan media lainnya seperti video, karena keterampilan IT
sangat penting.
Dalam
kerangka ini, tujuan pendidikan matematika didukung oleh tiga elemen kunci
yaitu:
1) Membekali
siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam matematika yang dapat diterapkan dalam
dunia profesional.
2) Mensertifikasi
prestasi siswa untuk membantu proses melamar pekerjaan.
3) Menumbuhkan
kemahiran dalam keterampilan teknologi maju.
Evaluasi
pembelajaran adalah proses sertifikasi eksternal yang menunjukkan bahwa siswa menguasai kemampuan dan
keterampilan matematika. Namun, kemampuan tunggal tidak cukup untuk memungkinkan siswa
beradaptasi dengan teknologi yang lebih canggih. Akibatnya, siswa harus mempersiapkan kemampuan
yang akan dibutuhkan di masa depan.
c. Old
Humanism
Aliran
old humanist, memiliki pandangan yang berpusat pada diri manusia. Dalam aliran ini, matematika dipandang
sebagai structure of truth (struktur kebenaran). Tujuan pendidikan adalah mentransmisi
pengetahuan matematika dengan budaya dan nilai lama. Aliran ini berkeyakinan bahwa
pembelajaran yang dilakukan harus mampu membentuk karakter siswa sehingga kedepannya siswa
mempunyai karakter yang baik selain menjadi ahli di bidang matematika. Pembelajaran pada aliran ini
menekankan pada pemahaman konsep matematika. Menerima dan memahami tubuh keilmuan
matematika yang sangat terstruktur serta gaya pemikiran yang terkait adalah cara belajar
matematika. Peranan guru adalah menjelaskan struktur ilmu matematika. Peningkatan
pembelajaran matematika dapat dilakukan melalui soal-soal dan aktivitas tambahan, serta
mengadaptasi pendekatan buku teks yang terstruktur. Namun pembelajaran yang dilakukan
guru dalam aliran ini masih dalam metode ceramah.
d. Progressive
Educator
Aliran
progressive educator memiliki politik yang bebas bias dan terdorong
untuk terus
bergerak
maju, mengupayakan transformasi yang progresif dan cepat. Dalam konteks ini, matematika dipandang sebagai
process of thinking (proses berpikir). Progressive educator memahami bahwa siswa adalah
makhluk sosial yang dinamis dan mudah bergaul. Oleh karena itu, pembelajaran harus selalu
berpusat pada siswa itu sendiri (students centered) dan berhubungan dengan situasi nyata yang
dialami siswa.
Dalam
pembelajaran matematika, teori pembelajarannya adalah eksplorasi dan teori pengajarannya adalah
konstruktivis. Maka dari itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendorong pertumbuhan dan
perkembangan siswa. Guru bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan kelas dan sumber
belajar tanpa mengganggu dan mengancam munculnya sikap negatif siswa. Kelas harus ditempatkan
menjadi lingkungan yang kaya dengan peralatan yang terorganisir yang dimaksudkan untuk
membantu siswa memahami konsep matematika dengan lebih baik. Siswa terlibat secara aktif
berbagai aktivitas seperti penyelidikan, penemuan, bermain, diskusi, dan upaya kolaboratif. Selain
itu, siswa berinisiatif untuk mengembangkan diri secara mandiri dan mengeksplorasi
hubungan-hubungan yang mengarah pada terciptanya hasil belajar matematika. Berdasarkan kriteria informal
yang ditetapkan oleh guru, penilaian tidak dilakukan untuk menakutkan siswa atau
menghambat kemajuan mereka. Penilaian tidak dilakukan untuk membuat siswa gagal setelah ujian
karena menjawab soal secara salah. Sebaliknya, jawaban yang salah dapat diperbaiki dengan cara yang
tidak menyakiti hati siswa.
e. Public
Educator
Aliran
public educator menganut ideologi demokrasi. Pendidikan dapat diakses oleh
semua
individu
dengan tujuan untuk menawarkan peluang bagi pertumbuhan pribadi dan masyarakat. Masyarakat ideal yang dianggap
terbaik adalah masyarakat demokratis. Namun di manakah sebenarnya masyarakat terbaik
ini? Jawabannya terletak pada kenyataan bahwa hal ini memberikan kesempatan yang sama
bagi semua orang, tidak mengakui atau memvalidasi stratifikasi sosial. Dalam aliran ini, siswa harus
dididik untuk memahami, menilai, dan menerapkan matematika dalam masyarakat,
khususnya pada penyelesaian tantangan baru atau situasi penting dalam kehidupan pribadi,
sosial, dan profesional mereka. Dalam pembelajaran, partisipasi aktif siswa dan integrasi kegiatan
sosial di lingkungan ditekankan sebagai faktor kunci dalam mencapai pendidikan. Teori-teori
pembelajaran dieksplorasi, dan siswa diberikan otonomi berdasarkan kemampuan individu mereka. Dalam pengajaran publik, teori
mengajar terdiri dari beberapa elemen, seperti:
1) Diskusi
murni antara siswa dan guru untuk mengkonstruksi makna proses pembelajaran.
2) Kerja
kelompok secara kooperatif, proyek kerja, dan pemecahan masalah untuk
meningkatkan
kepercayaan
diri, keterlibatan, dan penguasaan siswa.
3) Eksplorasi,
pengajuan masalah, dan investigasi untuk kreativitas, pengarahan diri, dan keterlibatan melalui relevansi
personal.
4) Siswa
mempertanyakan isi materi, pedagogi dan metode penilaian yang digunakan untuk berpikir kritis.
Dengan
menghindari stereotip tentang kemampuan siswa berdasarkan kemampuan mereka atau menetapkan hierarki
kemampuan matematika mereka, penilaian dimaksudkan untuk mengevaluasi kompetensi siswa
secara "adil" tanpa mempertimbangkan gender, ras, kelas, atau variabel sosial lainnya,
termasuk menghindari kompetisi dalam pembelajaran. Perpanjangan proyek, ujian, tugas dan
rekaman pencapaian adalah beberapa bentuk penilaian yang dapat digunakan. Nilai akhir dan
penilaian tugas harus dibahas dengan siswa.
REFERENSI
Ernest, P. (1991). The Philosophy of
Mathematics Education. Routledge: Falmer.
Gie, T Liang. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu. Edisi Kedua (Diperbaharui) Yogyakarta: Liberty.
Haryono, D. (2015). Filsafat Matematika:
Suatu Tinjauan Epsitemologi dan Filosofis (A. Hadis (ed.)).
Alfabeta.
Mahendrawan, E., Yanuarti, M., &
Asmarawati, E. (2021). Kritik Terhadap Kemutlakan Filsafat Matematika. Scientia
Sacra: Jurnal Sains, Teknologi Dan Masyarakat, 1(1), 7–12.
Marsigit. (2013). PERGULATAN MEMPEREBUTKAN
FILSAFAT, IDEOLOGI DAN PARADIGMA: Sebuah
Kesadaran untuk Lembaga Pendidikan Ke Islaman dalam rangka ikut Membangun
Karakter Bangsa (Melalui KKNI dan Kurikulum 2013?). Artikel
pada Seminar dan Workshop dengan Tema Membangun Karakter Bangsa dengan
Pendidikan Melalui Kurikulum 2013 yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan.
Maskar, Sugama, and Refiesta Ratu Anderha. (2019). Pembelajaran Transformasi Geometri Dengan Pendekatan Motif Kain Tapis Lampung. MATHEMA Journal Pendidikan Matematika 1 (1).
Nugraheni, N., Rochmad, & Isnarto.
(2021). Aliran Humanis dalam Filsafat Matematika. Prisma, Prosiding
Seminar Nasional Matematika, 4, 393–396.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.p hp/prisma
Parnabhakti, L, and Ratih Fidiawati. (2021). Pekembangan Matematika Serta Aliran Formalisme Yang Terdapat Pada Filsafat Matematika. Jurnal Dunia Ilmu 1 (2).
Parnabhhakti, Lily, and Marchamah Ulfa. (2020). Perkembangan Matematika Dalam Filsafat. Jurnal Ilmiah Matematika Realistik 1 (1).
Prabowo, A. (2009). Aliran-Aliran Filsafat
dalam Matematika. Jurnal Ilmiah Matematika Dan Pendidikan Matematika,
1(2), 26–44.
Sinaga, W., Parhusip, B. H., Tarigan, R.,
& Sitepu, S. (2021). Perkembangan Matematika Dalam Filsafat Dan Aliran
Formalisme Yang Terkandung Dalam Filsafat Matematika. Sepren: Journal of
Mathematics Education and Apllied, 2(2), 17–22. https://doi.org/10.36655/sepren.v2i2.
508
Siskawati, E., Rochmad, R., & Isnarto, I.
(2021). Teka-Teki Klasik Filsafat Matematika. PRISMA, Prosiding
Suyitno, Hardi, and Rochmad Rochmad. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Filsafat Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Dengan Strategi Berbasis Kompetensi Dan Konservasi. Kreano,
Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif 6 (2). https://doi.org/10.15294/kreano.v6i2.4981.
Tarigan, Robin. (2021). PERKEMBANGAN MATEMATIKA
DALAM FILSAFAT DAN ALIRAN FORMALISME YANG TERKANDUNG DALAM FILSAFAT MATEMATIKA.
Sepren 2 (2). https://doi.org/10.36655/sepren.v2i2.508.
Comments
Post a Comment