Cerita Seorang Bidan Desa






Banyak diantara kita yang ragu untuk menggali dan mengembangkan potensi diri, karena kemampuan financial keluarga yang kurang. Bahkan tidak sedikit cita-citanya ditangguhkan atau 'TERKUBUR' karena hal itu. Cerita Putus sekolah atau kuliah sering kita dengar dan kita jumpai walaupun pemerintah menggembor-gemborkan pendidikan gratis dan bantuan pendidikan lewat bea siswa. Kesungguhan model apa yang perlu kita bangun?... mari kita simak cerita berikut yang ditulis oleh Sri Purwindriyati, semoga dapat membangkitkan semangat anda yang sedang mengalami kejenuhan financial.

BACA JUGA: MELAWAN KISTA


BERMODALKAN DO'A ORANG TUA

17 tahun yang lalu atau lebih tepatnya tanggal 5 Agustus 1999 aku mengucap sumpah untuk mengabdikan diriku menjadi seorang Perawat. Ya, di usia ku yang masih sangat muda sekitar 18 tahun aku harus bisa merawat orang sakit dan harus dewasa dalam berfikir, masa remaja ku tidak sepeti remaja lain yang setiap Weekend pasti hang out dengan teman-teman, nongkrong di mall. Sedangkan aku harus bekerja dan bercengkrama dengan hal-hal yang menyangkut nyawa seseorang. Tapi inilah takdir yang sudah aku sepakati dengan Tuhan bahwa aku akan mengabdikan diriku untuk orang lain terutama di bidang kesehatan, mungkin terlalu berlebihan tapi inilah jalan hidupku. 

Setelah lulus SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) aku magang di RS POLRI Jakarta di Ruang Kebidanan selama 6 bulan sambil aku cari pekerjaan di rumah sakit lain dan Alhamdulillah sebulan setelah lulus aku diterima bekerja di RS Sentra Medika Cisalak Depok di Ruang Kebidanan, dengan kata lain aku double job di dua tempat. Setahun sudah berlalu, tahun 2000 orang tuaku pindah ke kampung (Purbalingga) ayahku yang seorang PNS dimutasi. Sehingga aku seorang diri di jakarta, ortuku percaya padaku mereka yakin aku pasti bisa menjaga diriku supaya tetap menjadi anak yang mandiri dan berakhlak baik seperti yang mereka ajarkan. Jujur awalnya aku takut, tapi aku bangkit dan berusaha kuat dan tegar.


Berbekal ijazah Perawat aku pasti bisa cari uang untuk biaya hidupku sehari-hari. Aku pun harus berpindah-pindah tempat tinggal karena mencari kost yang harganya terjangkau, untung saja banyak teman ku yang anak rantau sehingga bisa dijadikan teman satu kamar. Beberapa waktu kemudian pihak rumah sakit punya aturan baru, bagi perawat yang hanya lulusan SPK harus melanjutkan kuliah ke jenjang akademi, aku bingung tapi jika aku tidak melanjutkan kuliah kelak aku hanya jadi assisten perawat saja, dan aku tak mau itu terjadi. Naluri ku mengatakan kalaupun aku melanjutkan kuliah aku tak mau lanjut ke Akper, aku ingin melanjutkan ke Akbid. Aku ingin jadi BIDAN, berbekal pengalaman ku di ruang kebidanan setahun belakangan ini. Teman-teman ku di VK sangat mendukung aku untuk lanjut ke Akbid, dengan niat BISMILLAH aku berusaha mendaftar ke Akbid.

Dari tahun ke tahun aku tidak pernah diterima di Akbid karena pada zaman itu akbid masih jarang tidak seperti sekarang yang sudah menjamur. Sambil menunggu pendaftaran akbid aku mencari pengalaman di RB Setya Bhakti Depok Nopember 2011 double job. Aku tidak menyerah, di tahun 2002 akhirnya aku diterima di Akbid Al-Fathonah Jakarta, aku menghubungi orangtua ku di kampung mengabarkan sekaligus aku minta uang untuk biaya masuk dan uang semester, ya ortuku memang hanya mampu untuk membiayai uang semester saja, sedangkan untuk biaya kebutuhan ku sehari-hari aku cari sendiri. Malam aku bekerja pagi aku kuliah. Tanggal 31 Mei 2002 aku mengundurkan diri dari RS Sentra medika karena Kabid Keperawatan tidak menyetujui jadwal dinas ku yang hanya dinas malam saja, aku diharuskan dinas pagi, sehingga aku harus memilih dan dengan berat hati aku memilih untuk mengundurkan diri, toh aku masih bisa bekerja di RB sehingga aku tetap bisa makan dan berangkat ke kampus dan beli buku-buku.

Aku tidak seperti teman-teman yang lain, mereka selalu minta uang ke ortu setiap mereka membutuhkan kalau aku tidak, aku harus berjuang mencari uang sendiri supaya aku bisa makan dan berangkat ke kampus. Terkadang jika tanggal tua aku selalu pinjam uang ke teman untuk menyambung hidup, keadaan ini tidak pernah aku ceritakan kepada ortuku karena aku tidak mau mereka tau bahwa aku sangat prihatin, karena ortuku sudah terbebani dengan biaya kuliah aku yang sangat mahal.

Aku hanya bisa menangis, setiap kali ujian akan tiba pasti pihak kampus akan menagih bayaran, begitu pula ortuku setiap kali aku telepon minta uang untuk biaya semester pasti mereka bingung. Ya Allah, anak macam apa aku??? Aku hanya bisa membuat mereka bersedih...


Memasuki semester 3 Saat istirahat aku mencoba menelfon ibuku aku bilang bahwa aku ingin berhenti kuliah karena aku tidak mau membebani orang tua, aku ingin bekerja saja. Tapi tak ku duga ibuku malah menangis dan memohon kepadaku agar aku terus melanjutkan kuliah, ibuku bilang bapak sama ibu akan berjuang terus supaya aku lulus Akbid, entah uang dari mana??? Ya Allah...begitu mulia mereka, mereka mau berkorban demi aku, sejak saat itu semangatku kembali membara berkat perkataan ibuku, dan aku berjanji aku akan mengabulkan keinginan mereka, aku ingin membahagiakan mereka. Dengan tekad yang kuat dan semangat yang membara Insyaallah aku yakin bisa.

PERAN SERTA SUAMI JUGA JADI KUNCI BAHAGIA

Cerita Bidan Desa

Memasuki semester 4,  Tanggal 6 Februari 2004 aku menikah, beban ortuku sedikit berkurang karena suamiku bersedia membantu membiayai kuliah ku sampai lulus, namun demikian aku juga tak ingin membebani suamiku. Aku tetap bekerja sambil kuliah dan suamiku setuju, sampai pada akhirnya bulan September 2004 aku berhenti bekerja karena jadwal kuliah yang sangat padat dan aku tak ingin kuliah ku jadi terbengkalai.

Memasuki semester 6, 6 bulan menjelang kelulusan, Alhamdulillah aku bekerja disebuah Klinik dimana aku sangat dipercaya oleh pemilik nya sebagai PJ Bidan, padahal aku belum lulus. Aku bersyukur dengan hal itu, karena aku bekerja hanya ingin membantu suamiku untuk membayar biaya kuliah dan wisuda ku kelak. Dan sekali lagi ALLAH memberikan kemudahan padaku sehingga dengan sangat mudah aku bisa diterima bekerja tepatnya di Klinik Restu Ibu Pejaten. 

Bulan September 2005 Alhamdulillah aku lulus dengan nilai yang memuaskan IPK 2,91. Bagiku nilai itu sangat berharga buatku karena aku tidak hanya kuliah tapi juga bekerja. Perjuangan ku tidak akan aku lupakan, airmata bahagia menetes dari mata ibuku (orang yang telah membangkitkan semangatku), Ibu.....terima kasih atas do’a mu, bapak...terima kasih atas perjuangan mu mencari nafkah untuk ku, setiap tetes keringat yang mengalir di kulitmu adalah berkah untuk ku. Suamiku... terima kasih atas dukungan mu. Aku berjanji aku akan membahagiakan ortu ku dengan memberangkatkan mereka ke Mekkah, itu adalah keinginan mereka yang tertunda karena membiayai kuliah ku.

DO'A YANG DIKABULKAN

Cerita Bidan Desa

Sejak saat itu karir ku sebagai BIDAN selalu baik tanpa ada halangan, semua itu berkat do’a bapak ibuku yang tak pernah putus,saat ini aku tercatat sebagai BIDES PTT di Kabupaten Purbalingga dan sudah bergelar S.ST di tahun 2013. Di tahun 2015 tepatnya di Bulan Ramadhan aku memberangkatkan Ortuku ke Mekkah, mereka UMROH. Alhamdulillah keinginanku tercapai, semua berkat Do’a kedua Orang Tua ku dan Ridho ALLAH akhirnya mereka terpanggil untuk ke Mekkah. Di sana tak lupa mereka mendoakan anak-anak nya termasuk mendo’akan aku. Alhamdulillah rasa syukur tiada henti ALLAH selalu memberikan kemudahan kepada kami, ortuku sehat selamat selama beribadah dan kembali ke tanah air.

Kehidupanku sekarang sangat bahagia, mempunyai seorang putri cantik dan suami yang baik dan tentu memiliki orang tua yang selalu ikhlas mendoakan anaknya. Aku sukses menjadi BIDAN dan mempunyai penghasilan yang cukup, serta mempunyai sebuah rumah idaman, semua berkat DO’A ORANG TUA.. karena Ridho orang tua adalah Ridho Allah.. Bapak...ibu...aku selalu menyayangi kalian, terima kasih atas perjuangan kalian yang dengan susah payah merawat dan mendidik ku sampai aku sukses...

Comments

Popular posts from this blog

Biografi Lengkap Prof. Dr. H. Cecep Sumarna

Soal UAS Mata Kuliah Filsafat Pendidikan STKIPM Kuningan

Paradigma Terbalik