Contoh Skripsi Pendidikan Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Contoh Skripsi Pendidikan Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon;
Pengembangan Modul Matematika Berbasis Masalah untuk Kelas VIII SMP/MTs
Oleh : Intan Nurazizah Islami, S.Pd.I
A. PENDAHULUAN
Lemahnya proses pembelajaran
menjadi salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia. Kemampuan
berfikir siswa dipaksa hanya sebatas pada mengingat informasi tanpa mengarahkan
pada pemahaman menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Pendidikan di
kelas tidak diarahkan untuk membangun karakter dan mengembangkan potensi diri,
memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah hidup, dan diarahkan untuk
membentuk manusia yang kreatif dan inovatif, sehingga melahirkan siswa-siswa
yang pintar secara teoritis namun miskin aplikasi. Salah satu cara yang dapat
digunakan adalah pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran berbasis masalah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang baik (Hamruni, 2009:147-148).
Kualitas pendidikan yang baik
tidak hanya menghafal sejumlah fakta, melainkan juga proses interaksi secara
sadar individu dengan lingkungannya. Karena tujuan belajar tidak berhenti
sampai mengetahui, melainkan ada perubahan tingkah laku. Sedangkan sekolah
adalah wadah persiapan siswa untuk dapat hidup dimasyarakat. Mulai dari masalah
yang sederhana sampai pada masalah-masalah yang kompleks, dari mulai masalah
pribadi sampai masalah sosial kemasyarakatan. Inilah yang seharusnya jadi
pertimbangan pendidik untuk mengarahkan sistem pembelajaran yang membantu siswa
untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mungkin ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa terhindar dari pemecahan masalah yang
tidak baik dan mengambil jalan pintas karena tidak sanggup memecahkan masalah (Wina,
2008:213-214). Suatu proses pemecahan masalah yang baik bagi siswa adalah
dengan pembelajaran yang baik tentunya ditunjang oleh pendidik kompeten. Salah
satu pedoman yang harus dimiliki pendidik adalah bahan ajar. Bahan ajar menjadi
acuan yang tidak terpisahkan dari berjalanannya proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dengan penggunaan
bahan ajar dapat menciptakan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bahan ajar membantu siswa sehingga
mereka tidak lagi terpaku pada penjelasan guru. Siswa dengan bebas menggali
pengetahuannya sendiri, dan kemudian mengembangkan pengetahuan yang telah
dimilikinya tersebut. Penggunaan bahan ajar selama pembelajaran juga
menciptakan suasana belajar yang lebih atraktif dan komunikatif serta
mengurangi dominasi guru selama pembelajaran berlangsung (Helmanda dkk, 2012:75).
Kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan baik apabila menggunakan bahan ajar yang sesuai. Modul
menjadi salah satu alternatif bahan ajar proses pembelajaran yang sistematis.
Modul merupakan seperangkat bahan ajar sistematis sehingga pembelajar dapat
melaksanakan proses pembelajaran tanpa fasilitator atau guru (Puspita,
2014:477).
Proses pembelajaran tanpa
fasilitator dapat dibantu dengan menggunakan modul. Pembelajaran dengan
menggunakan modul dipandang sebagai salah satu solusi membangun situasi belajar
efektif dan lebih terarah. Apalagi dewasa ini proses pembelajaran yang baik
adalah proses pembelajaran yang aplikatif, termasuk pembelajaran matematika.
Beberapa kendala yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran juga adalah
ketika guru harus melaksanakan tugas luar dan pembelajaran yang hanya berpaku
pada Lembar Kerja Siswa (LKS) sehingga pembelajaran terkesan informatif. Siswa
menjadi kurang terlatih dan lemah dalam membangun konsep sebuah ilmu, khususnya
pelajaran matematika.
Menurut Muchlis (2005), banyak
siswa yang hafal materi dalam pembelajaran matematika tetapi tidak bisa
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. akibat dari kondisi ini pemahaman
siswa akan konsep-konsep dalam mata pelajaran matematika sangat rendah.
Sedangkan menurut Kline (Suherman, dkk: 2003:17) mengungkapkan bahwa belajar
matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena
dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Sehingga
belajar matematika harus bertahap dan berurutan serta berdasar pada pengalaman
belajar yang lalu. Karena sifatnya yang abstrak, matematika merupakan salah
satu mata pelajaran yang kurang disukai oleh siswa.
Suatu konsep pembelajaran akan
mudah dipahami oleh siswa jika disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah
yang tepat, jelas, dan menarik. Guru harus mempunyai persiapan matang berupa
model pembelajaran dan bahan ajar yang sesuai. Selain itu, pembelajaran
haruslah bersifat konstruktif, interaktif dan reflektif agar tujuan
pembelajaran matematika dapat tercapai.
Pembelajaran bersifat konstruktif
maksudnya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuannya melalui
permasalahan kontekstual atau tantangan yang diberikan.
Pembelajaran bersifat interaktif maksudnya adalah siswa aktif secara
sosial-interaktif dalam proses pembelajaran dalam menemukan isi pengetahuan.
Sedangkan pembelajaran bersifat reflektif adalah proses umpan balik terhadap
hasil berpikir yang dilakukan (Hasratuddin,
2010:21).
Setelah melakukan observasi di
MTs Negeri Cirebon 1, penggunaan modul sangatlah minim bahkan belum pernah ada
selain LKS. Padahal dalam faktanya sering sekali pelaksanaan pembelajaran
matematika membutuhkan bahan ajar dikarenakan keefektifan pembelajaran siswa
dirasa lebih baik. Ketika pembelajaran terus dibimbing secara langsung oleh
fasilitator atau guru siswa dirasa masih kurang aktif dan efektif.
Ketidakefektifan tersebut dapat diminimalisir dengan pembelajaran yang
terstruktur. Hal ini tentunya berdampak
juga pada hasil belajar siswa. Sehingga perlu adanya bahan ajar yang dapat
membimbing siswa dengan pemecahan masalah yang baik dan terarah yang mampu
membangun pengetahuan siswa meskipun tanpa guru atau dilakukan secara mandiri
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Selaras dengan apa yang menjadi
temuan peneliti, belum banyak guru yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan
bahan ajar untuk pembelajaran. Kebanyakan guru memilih untuk menggunakan metode
konvensional dan masih menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran dan
masih menggunakan hand book dalam
penyampaian materi. Kebiasaan menggunakan buku pegangan mata pelajaran
matematika mengakibatkan guru mengalami kesulitan atau tidak terbiasa menyusun
materi dan bahan ajar sendiri (Sahara, 2012:3).
Hasil belajar yang baik adalah
hasil belajar yang sesuai dengan kondisi ideal yaitu yang tercantum dalam
kurikulum yang kemudian dituangkan dalam Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), KKM
merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan
dalam belajar. Nilai KKM ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil
musyawarah guru mata pelajaran dalam hal ini pelajaran matematika di satuan
pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang
hampir sama. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Lebih
jauh lagi siswa tentunya harus mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan yang tidak hanya terbatas pada transfer ilmu pengetahuan melainkan
pendidikan yang juga merubah sikap dan motivasi siswa dalam belajar untuk
kehidupannya kelak dimasyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Guru mata pelajaran matematika
MTs Negeri Cirebon I yaitu bapak Yanto Rudiyanto, S.Pd. mengungkapkan sulitnya
pemahaman dan penalaran siswa terhadap materi bangun ruang sisi datar meliputi
pemahaman menghitung volume yang baru mencapai serta luas permukaan bangun
ruang sisi datar yang baru mencapai 70% sedangkan penalaran terhadap soal-soal
hanya mencapai 50%. Terkadang siswa merasa kesulitan membedakan konsep volume
dan luas permukaan hal ini mengakibatkan pada ketercapaian nilai KKM.
Ketercapaian KKM pada penguasaan materi bangun ruang sisi datar masih tergolong
rendah berdasarkan hasil ulangan kelas VIII A dan C yaitu 50% siswa masih
mendapat nilai dibawah KKM pada semester II tahun pelajaran 2014/2015. Selain
itu, siswa mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal yang berbeda dengan
contoh soal yang diberikan.
Berdasarkan pandangan
pembelajaran di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran guru tentunya perlu
mengembangkan bahan ajar yang mendukung berupa pengembangan bahan ajar berbasis
masalah. Ketersediaan bahan ajar ini tentunya sesuai dengan tuntutan kurikulum
yang belum memadai. Membangun suasana pembelajaran yang lebih dapat difahami
secara mendalam tidak hanya sekedar penyampaian informasi yang prosedural dan
mekanistik. Belum lengkapnya bahan ajar yang sesuai karakteristik sasaran
menjadi salah satu yang harus dipertimbangkan guru. Bahan ajar yang dikembangkan
dapat berupa modul.
Pengembangan modul harus
memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya bahan ajar yang akan dikembangkan
harus sesuai dengan kurkulum yang berlaku. Guru menjadi pengembang kurikulum
yang tentunya juga pengembang bahan ajar itu sendiri. Untuk mengatasi masalah
tersebut guru perlu menerapkan model pembelajaran yang bisa menumbuhkan
keaktifan siswa.
Salah satu tujuan pembelajaran
matematika dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
adalah mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan
dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan
dugaan serta mencoba-coba.
Peserta didik harus mempelajari matematika
melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
(Aryani, 2011:129).
Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan KTSP tersebut adalah
model pembelajaran kooperatif tipe Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau
biasa dikenal dengan PBL (Problem Based
Learning). Model pembelajaran ini dipilih karena memiliki banyak kelebihan
dan mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Pada proses
pembelajaran ini, siswa yang lebih mendominasi dan guru sebagai fasilitator
saja. Peran guru sebagai fasilitator adalah untuk membimbing dalam menemukan
tujuan dan penguasaan perilaku Karakteristik masalah yang digunakan adalah
masalah nyata, relevan dengan kurikulum, keterbukaan masalah, dan masalah
memilki keterkaitan dengan berbagai disiplin ilmu. Sehingga masalah yang
dihadirkan memotivasi siswa, menumbuhkan kebutuhan untuk belajar satu sama
lain, dan tantangan memecahkan masalah yang ada di dunia nyata serta masalah memberikan
tujuan yang mengarahkan pada perilaku. Model pembelajaran berbasis masalah
apabila diterapkan dalam modul, maka model pembelajaran ini akan terintegrasi
menjadi kesatuan yang utuh dengan tujuan yang sama yaitu agar siswa aktif dan
dapat belajar secara mandiri. Maka disusunlah modul matematika berbasis
masalah. Modul berbasis masalah diharapkan menjadi salah satu sumber dan
motivasi minat siswa dalam pembelajaran Matematika.
Pengembangan modul berbasis
masalah akan menjadikan Matematika lebih nyata, bermakna, dan menyenangkan.
Karena dengan pengembangan modul matematika berbasis masalah siswa diarahkan
untuk memahami konsep matematika secara aplikatif tidak hanya sebatas hafalan.
Berdasarkan uraian latar
belakang masalah ini, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian yaitu
pengembangan modul matematika berbasis masalah untuk kelas VIII SMP/MTs.
1.2
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang
berhubungan dengan pengembangan bahan ajar yaitu modul matematika berbasis
masalah sebagai berikut:
1. Kualitas pendidikan
yang lemah perlu adanya peningkatan dengan proses pembelajaran yang mendukung
tujuan, salah satunya dengan modul.
2. Belum adanya modul
Matematika berbasis masalah di MTs Negeri Cirebon 1.
3. Guru di MTs Negeri
Cirebon 1 masih menggunakan pembelajarn konvensional belum mengembangkan modul
sesuai dengan kerakteristik siswa.
4. Belum adanya
pengembangan bahan ajar dan hanya berpaku pada buku paket sehingga tingkat
pemahaman siswa pada materi bangun ruang sisi datar belum mencapai target yang
diharapkan.
5. Pembelajaran dengan
menggunakan modul matematika berbasis masalah lebih efektif untuk siswa MTs
Negeri Cirebon 1, karena modul matematika berbasis masalah merupakan bahan ajar
yang berfungsi membantu siswa lebih aktif dalam belajar.
1.3 Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan beberapa hal (kemampuan peneliti, waktu penelitian, dan
biaya penelitian) maka penelitian ini dibatasi pada beberapa hal yaitu:
1.
Ruang lingkup yang
akan diteliti yaitu pengembangan bahan ajar.
2.
Bahan ajar yang
akan dibuat merupakan modul matematika berbasis masalah untuk guru dan siswa
kelas VIII MTs Negeri Cirebon I.
3.
Materi yang
digunakan untuk penelitian ini adalah materi kubus dan balok.
4.
Pembelajaran yang
digunakan dalam pengajaran disini yaitu dengan pengembangan Modul Matematika
Berbasis Masalah untuk Kelas VIII SMP/MTs.
1.4 Perumusan Masalah
Sesuai latar belakang yang telah diuraikan, masalah yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana analisis
kebutuhan modul matematika berbasis masalah?
2.
Bagaimana desain
modul matematika berbasis masalah?
3.
Bagaimana modul
matematika berbasis masalah sebelum divalidasi?
4.
Bagaimana modul
matematika berbasis masalah setelah divalidasi?
5.
Bagaimana respon
siswa terhadap modul matematika berbasis masalah?
1.5 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui
analisis kebutuhan modul matematika berbasis masalah.
2.
Untuk mengetahui
desain modul matematika berbasis masalah.
3.
Untuk mengetahui
modul matematika berbasis masalah sebelum divalidasi.
4.
Untuk mengetahui
modul matematika berbasis masalah setelah divalidasi.
5.
Untuk mengetahui
respon siswa terhadap modul matematika berbasis masalah.
1.6 Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.
Kegunaan teoritis
a.
Memahami pengembangan
modul matematika berbasis masalah.
b.
Sebagai acuan
penelitian selanjutnya.
2.
Kegunaan praktis
a.
Membantu dan
mempermudah siswa dalam pembelajaran Matematika.
b.
Mengoptimalkan
kegiatan pembelajaran Matematika.
c. Menajadi khazanah
baru didunia penelitian kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon khususnya jurusan
tadris matematika.