Ahok Gigit Jari, Mr. Cool Galang Koalisi
Telaah atas Suhu Politik Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017-2022
Mungkin sudah
tak asing lagi di benak para pembaca terkait dengan salah satu tokoh yang satu
ini, yaitu Sandiago Uno (Sandi) yang saat ini di gadang-gadang menjadi orang No 1 di
DKI Jakarta pada ajang Pilkada Langsung 2017 yang diusung oleh partai
Gerindra dan PKS. Tepat rasanya kalau nama ini dijuluki sebagai Mr. Cool, karena
penampilannya yang lugu, berucap dengan tutur kata yang santun, akomodatif dan
proporsional dalam berkomentar. Kemunculan nama Sandiago Uno (Sandi) pada kancah
politik DKI Jakarta memberikan warna tersendiri sekaligus tampil menjadi sosok
harapan baru untuk DKI Jakarta dan menambah hentakan baru bagi Petahana yang
mengakibatkan suhu politik menjelang pilkada semakin memanas, terlebih setelah
ditutupnya pendaptaran calon gubernur dari jalur independen.
Mengapa demikian?
Mengutip pendapat pengamat politik UNJ (Ubedilah Badrudin) yang dimuat di
republika.co.id edisi 12/08/16, Ahok memiliki kelemahan yakni arogansi personal
dan dinamika politik yang terlalu “liar”. Ahok yang sebelumnya kader partai
Gerindra, memutuskan keluar dari partai tersebut karena perbedaan pendapat
tentang RUU Pilkada. Ia pun kembali “meninggalkan” relawan Teman Ahok, saat
memutuskan maju dalam pilkada DKI 2017 melalui jalur partai. Padahal tutur ubed
gerakan relawan tersebut telah berhasil memperoleh satu juta KTP dukungan agar
Ahok bisa maju secara independen. PDIP yang semula membuka peluang untuk
mendukung Ahok, kini terkesan menjauh. Terlebih, setelah Ahok menolak undangan
pendaftaran calon gubernur DKI oleh PDIP, sesuai mekanisme internal partai
berlambang banteng. Menurut Ubed, sepak terjang Ahok yang terkesan melecehkan
partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi, akan berakibat buruk pada
pencalonannya sebagai gubernur DKI Jakarta. “Ahok akan (berakhir) tragis dan ‘gigit
jari’. Itu buah dari komunikasi politik yang dia bangun” Tuturnya. Baca
Selengkapnya DISINI.
Diametral gaya
kepemimpinan calon gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 sekaligus menguatkan
opini publik terkait kondisi politik DKI Jakarta yang sering memberikan kejutan
yang sulit diprediksi para ahli, pengamat dan politisi di provinsi lain.
Sungguh sangat
menarik ketika pendapat pengamat Ubedilah Badrudin terbukti terjadi. Satu sisi
akan berdampak terhadap buruknya citra demokrasi di republik ini karena sikap
inkonsistensi politik khususnya partai Golkar yang sudah mendeklarasikan
pencalonan Petahan (Ahok) untuk maju pada pilkada 2017 nanti. Disisi lain akan berdampak
positif terhadap kultur politik masyarakat yang menginginkan pigur-pigur
pemimpin yang tampil memiliki sikap “santun”, sesuai dengan adat dan budaya yang
berkembang pada masyarakat Indonesia yang heterogen dibawah naungan pancasila
dan dijaga dengan 4 pilar kebangsaan.
Semoga naiknya suhu politik menjelang Pilkada DKI 2017 ini, memberikan hikmah dan pelajaran dalam pendewasaan
politik bagi kita semua agar konsisten bergerak mewujudkan Demokrasi Indonesia
yang berperadaban. Wallahualam bissawab.
Arip Amin,
12/08/16
Comments
Post a Comment