FILOSOFI MARKETING
Cecep
Sumarna
Jika
anda tertidur dengan lelap di malam hari, disebabkan karena di siang harinya
bekerja keras yang hampir menghabiskan seluruh energi yang dimiliki, maka,
seluruh derekan darah, bersama dengan nafas yang ke luar dan masuk dalam
tubuhnya itu, akan dicatat Tuhan sebagai pahala yang tak berhingga. Ia tidur
bersama anugerah Tuhan.
Inilah
hadits Nabi yang seharusnya digunakan para entrepreneur Muslim. Meski
harus juga dicatatakan bahwa terhadap hadits ini, belum banyak ditakhrij para
muhadits. Tetapi untuk menjadi sebuah spirit, hadits ini luar biasa ampuhnya bagi
para sahabat Nabi dalam menata kehidupan mereka di muka bumi.
Mereka
yang hidup bersama Nabi, selalu sadar bahwa tidak ada sesuatu yang besar yang
dipeoleh dengan cara yang mudah. Masyarakat Arab menyebut istilah ini dengan
semboyan: Siapa yang bersungguh-sungguh tentang sesuatu, maka, ia akan
mendapatkannya. Karena itu, tidak ada sesuatu yang dapat diperoleh seseorang,
jika ia tidak melakukan sesuatu itu dengan cara yang serius, sekalipun rasa
lelah menghinggapi dirinya terus menerus tanpa henti.
Tradisi
ini, oleh masyarakat Muslim, --termasuk masyarakat Muslim awal Nusantara-- sejatinya
terus menerus ditularkan dan diwariskan. Karena itu, menjadi wajar ketika
sejarawan mencatat bahwa tidak ada para ulama yang datang ke Nusantara tanpa
pemahamannya yang utuh tentang dunia usaha. Mereka adalah para saudagar yang
terus bergerak dari satu titik ke titik lain dalam proses dakwah dan bisnis. Budaya
usaha itulah yang menjadi warisan leluhur keislaman Nusantara.
Nenek
moyang kita juga saja. Mereka adalah pekerja keras! Mulai dari tukang sorabi
sampai kepada mereka yang biasa memproduksi barang-barang bergengsi, hadir
sebagai sosok yang bukan saja selalu tidur terlambat, tetapi juga selalu bangun
lebih awal.
Produksinyapun,
sesungguhnya tidak ada yang dilakukan atas permintaan konsumen. Mereka adalah
kelompok nekad. Bergerak dari titik nol yang
sulit diukur. Bergerak dari titik keyakinan. Mereka seolah selalu siap untuk
rugi ketika hasil produksinya tidak laku dijual. Buktinya, seberapapun lamanya
mereka hidup di bumi, akan melakukan kegiatan yang terus menerus seperti itu
tanpa rasa beban membelit pada dirinya. Fakta di lapangan juga menunjukkan
bahwa apa yang diproduksi mereka, ternyata selalu habis terjual. Itulah
kehebatannya.
Berdasarkan
tadi, saya melihat bahwa produsen adalah pemilik kemampuan tingkat tinggi dalam
memasarkan setiap produk yang dibuatnya. Dalam bahasa lain, marketing handal
setiap produk adalah mereka yang memproduksi barang-barang dimaksud.
Mengapa
hal itu bisa terjadi? Setelah saya amati, ternyata karena mereka itulah yang
memahami secara utuh tentang suatu produk; mulai dari filosofi, bentuk dan
corak, bahan yang digunakan dan mengapa mereka memilih bentuk dan bahan
tertentu yang menyebabkan produk dimaksud dia buat. Selain itu, mereka juga
yang selalu dirasuki rasa kepemilikan dengan segenap rasa cinta yang tinggi
atas setiap produknya.
Mungkinkah
mereka yang tidak pernah menjadi produsen tadi dapat menjadi marketing
handal? Jawabannya tentu saja! Sepanjang ia memahami setiap titik dari barang
yang dia jual. Selain itu, ia juga dituntut mempunyai kecintaan terhadap produk
yang dipasarkannya. Tanpa pemahaman dan rasa kepemilikan yang utuh tentang
barang yang dijualnya itu, maka, ia tidak mungkin memiliki kemampuan untuk
menjual barang dimaksud kepada konsumen secara tepat dan cepat.
Karena
itu, sebelum menjual sesuatu, kuasailah barang itu secara utuh, yang
mengesankan pada akhirnya, seolah-olah sang marketing itu adalah pemilik produk
barang dimaksud. Sumber: www.lyceum.id Penulis: Cecep Sumarna