Evaluasi dalam Pendidikan
Sekolah
sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek yang sangat berkaitan erat dengan mutu
sekolah, yakni proses belajar mengajar, berkepemimpinan dan manajemen sekolah,
serta kultur sekolah. Kultur sekolah merupakan pandangan hidup yang diakui
bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, prilaku,
sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini
menentukan sikap dan cara untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan sekolah
dan cara memandang persoalan dan memecahkannya, oleh karena itu kultur sekolah
secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya.
Pendidikan adalah suatu
usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana
dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah
sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan
pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.
Dalam pendidikan formal,
belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap
akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari
proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya
meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.
Proses belajar yang
terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal
lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut
Irwanto (1997 :105) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi
mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat
mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri
seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu
adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang
mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya.
Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana
telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.
Proses belajar di sekolah
adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang
berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang
harus memiliki Intelligence Quotient
(IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan
memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar
yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi
adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk
mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai
keadaan diri secara kritis dan objektif.
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah
sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara
dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi
tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa
yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi
belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena dimungkinkan
ada faktor lain yang mempengaruhinya juga, misalkan lingkungan, mood, factor fisik, dan lain sebagainya.
Hal tersebut
di atas dapat diketahui melalui sebuah kegiatan pengukuran. Pengukuran terhadap
prestasi hasil belajar ini merupakan salah satu dari komponen evaluasi
pendidikan. Kegiatan evaluasi dalam pendidikan khsusunya aspek pengajaran
mutlak diperlukan, karena dengan evaluasi dapa diketahui kelebihan dan
kekurangan proses dan hasil pembelajaran yang selama ini telah dilakukan.
Kegiatan
evaluasi pendidikan khususnya dalam proses dan hasil belajar harus dilakukan
secara kontinyu dan sistematis. Serta yang tidak kalah pentingnya harus
menyangkut seluruh aspek yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar,
misalnya evaluasi guru, program pengajaran yang dilakukan guru, perangkat
pengajaran/ media pengajaran, supervisi kepala sekolah dan lain-lain.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka permasalahan
yang akan di bahas dalam makalah ini adalah tentang pola evaluasi dalam pendidikan.
C.
Tujuan dan
Manfaat Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk:
1.
Mengetahui
pola evaluasi dalam pendidikan
2.
Bahan
referensi bagi para pendidik dalam melakukan evaluasi pendidikan khususnya
dalam evaluasi proses dan hasil belajar
Adapun makalah ini diharapkan
memberikan khususnya untuk peningkatan dan pengembangan pola evaluasi proses
dan hasil belajar di lembaga pendidikan, baik bagi sekolah, dosen atau guru dan
mahasiswa/ siswa
BAB II
PENGERTIAN, TUJUAN, ASAS JENIS
EVALUASI BELAJAR
A. Pengertian Evaluasi Belajar
Kita
sering kali melihat, ada seorang pembeli yang membanding-bandingkan untuk
memilih suatu barang di supermarket, atau di pasar. Kalau akan membeli ikan
maka pasti akan dilihat dengan seksama, apakah ikan tersebut masih segar dan
layak untuk dikonsumsi. Ikan yang segar adalah jika ditekan akan kembalo
seperti sedia kala, tapi kalau yang ditekan itu jadi legok atau tidak kembali
ke posisi semula maka menunjukkan bahwa ikan tersebut sudah tidak segar lagi.
Disini ibu tersebut sedang menilai suatu barang yaitu ikan, dia menilai
kelayakan ikan yang masih segar yaitu dengan cara melihat dan menekan ikan
tersebut apakah masih kenyal, kalau dipijat akan kembali ke posisi semula.
Selain itu juga akan dilihat dari bau ikan tersebut sudah basi ataukan masih
segar. Kalau masih kenyal dan bau atau
aromanya masih segar maka ikan tersebut masih segar dan layak untuk dikonsumsi.
Kegiatan ibu yang berbelanja tersebut adalah kegiatan penilaian terhadap suatu barang yang
dia inginkan. Ibu tersebut sudah mempunyai kriteria-kriteria yang dia tentukan
sendiri. Kalau ternyata barang tersebut sesuai dengan apa yang dia inginkan dan
cocok dengan kriteria yang dia tentukan maka ibu tersebut akan membelinya,
tetapi apabila tidak sesuai dengan kriteria yang dia tentukan maka ibu tersebut
tidak jadi membelinya.
Hal
tersebut adalah contoh tentang penilaian seorang ibu terhadap suatu barang. Dia
melakukan dua kali penilaian yaitu menilai terhadap kekenyalan ikan dan yang
kedua menilai dari bau atau aroma ikan tersebut. Kalau kedua penilaian tersebut
sudah masuk kategori, maka ibu tersebut baru dapat memutuskan untuk membelinya
ataukah tidak.
Di lingkungan sekolah, kita melihat
pula bahwa pada waktu-waktu tertentu
guru selalu mengadakan evaluasi. Kenyataan yang biasa dilakukan di
sekolah-sekolah Indonesia sampai dewasa ini ialah bahwa pada akhir semester
guru mengadakan ulangan-ulangan, pada akhir tahun mengadakan ujian-ujian
kenaikan kelas, dan pada akhir kelas tertinggi pada setiap taraf atau level
pendidikan, sekolah mengadakan ujian akhir (Evaluasi Belajar Tahap Akhir).
Ulangan, ujian kenaikan kelas, dan evaluasi belajar tahap akhir tadi, merupakan
contoh tentang evaluasi yang lazim dilaksanakan di setiap institusi pendidikan.
Kita
sebagai guru umumnya memahami bahwa pendidikan adalah merupakan proses
melakukan perubahan pada diri siswa. Atau secara definitif dirumuskan, bahwa
pendidikan adalah “usaha sadar yang dilakukan untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan siswa di dalam dan di luar sekolah, dan berlangsung seumur
hidup”.
Bertitik
tolak dari pandangan tersebut, kita sebagai guru berharap agar setiap program
pengajaran, setiap mata pelajaran, dan bahkan setiap unit pelajaran yang kita
sajikan dapat membawa perubahan yang berarti bagi diri anak didik. Siswa
seharusnya mengalami perubahan perilaku setelah mengikuti pelajaran. Dan
seharusnya ada perbedaan perilaku antara mereka yang mengikuti pelajaran suatu
unit pelajaran atau suatu program pengajaran dengan yang tidak semestinya.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa suatu program pengajaran akan
menghasilkan perubahan yang sama pada setiap siswa yang mengikutinya. Usaha
untuk mengetahui ada dan tidaknya perubahan, atau tingkat perubahan yang
terjadi pada diri siswa inilah yang termasuk dalam kawasan evaluasi.
Dalam
hubungan ini, kita sekarang ingin menyoroti hal-hal yang berkenaan dengan
evaluasi, khususnya dalam kontek dengan proses belajar mengajar, yang
dilaksanakan di sekolah. Karena evaluasi merupakan salah satu proses dalam
pengajaran, yang dalam batas-batas tertentu dapat merupakan indikator yang
mempengaruhi perubahan perilaku siswa.
Istilah
evaluasi atau penilaian adalah sebagai terjemaban dari istilah asing
“evaluation”. Dan sebagai panduan, menurat Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative
Evaluation of Student Learning) dikemukakan, bahwa: “Evaluasi adalah
pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada
tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak
didik”
Apabila alur fikiran yang terkandung dalam definisi itu
kita ambil sebagai pegangan, maka logis apabila kita bersikap, bahwa dalam
melakukan evaluasi kita sebagai guru harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa
perubahan pada diri siswa. Oleh
karena itu dalam kegiatan evaluasi kita harus melakukan setidak-tidaknya dua
hal yaitu:
1) Mengumpulkan
bukti-bukti yang cukup;
2) Menetapkan
ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa.
Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif
(dalam bentuk angka-angka), dan dapat pula bersifat kualitatif, yaitu
menunjukkan kualifikasi seperti: baik sekali, baik, sedang atau cukup, rajin,
cermat dan lain-lainnya. Bukti-bukti kuantitatif atau kualitatif yang
dikumpulkan harus memenuhi persyaratan tertentu agar dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusah ada tidaknya perubahan perilaku serta derajat perubahan
yang ada secara adil dan obyektif.
Disamping itu, masih ada beberapa point yang perlu diketahui,
yaitu batasan antara evaluasi dan pengukuran. Pengertian evaluasi dan
pengukuran sangat erat hubungannya, sehingga sulit untuk diterangkan perbedaan
secara khas. Ada sementara orang memakai kedua istilah itu silih berganti,
karena menganggap identik. Ada lagi sementara orang yang memakai kedua istilah
itu sebagai yang bersifat kesinambungan. Dalam arti bahwa kegiatan pengukuran
pendidikan akan dilanjutkan dengan evaluasi. Atau sebalikhya, untuk dapat
melakukan penilaian sesuatu diperlukan
data/bahan dari hasil pengukuran.
Oleh karenanya, pengukuran dapat dirumuskan sebagai
kegiatan untuk menetapkan dengan pasti tentang luas, dimensi, atau kualitas
sesuatu, dengan membandingkan dengan ukuran tertentu. Sedangkan evaluasi
sebagai usaha untuk memberikan nilai terhadap hasil pengukuran tersebut.
Jika diterapkan dalam pengukuran hasil belajar, maka
mengukur akan diperoleh skore tertentu, dan dengan mengevaluasi akan
diintepretasikan apakah seseorang siswa yang memperoleh skore tertentu tersebut
tergolong anak yang pandai atau bodoh menurut norma tertentu. Jadi misalnya si
Arief memperoleh nilai 9, berarti ia telah wenguasai 90% dari keseluruhan yang
dipersyarat untuk mancapai tingkat atau perilaku tertentu.
B. Tujuan Evaluasi Belajar
Sebagaimana telah disebutkan di
atas, bahwa tujuan evaluasi secara umum adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya perubahan pada diri anak didik serta tingkat perubahan yang dialaminya
setelah ia mengikuti PBM. Tetapi sebenarnya hal tersebut baru merupakan
sebagian dari tujuan evaluasi dalam arti yang sebenarnya. Kita harus masih
mengenal dimensi tujuan lain. Misalnya sebagaimana dirumuskan di dalam
Kurikulum 1975 (Buku III B - tentang Pedoman Penilaian), dapat kita baca bahwa
tujuan atau fungsi evaluasi belajar siswa di sekolah pada dasarnya dapat
digolongkan kedalam 4 (empat) kategori yaitu:
1.
Untuk memberi umpan balik (feedback)
kepada guru, sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
mengadakan revisi program dan remidial program bagi siswa.
2. Untuk
menentukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-masing siswa, yang antara
lain diperlukan untuk memberikan laporan kepada para orang tua siswa, penetapan
kenaikkan kelas, dan penentuan lulus
tidaknya siswa.
3. Untuk
menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat (misalnya dalam
penentuan jurusan) sesuai dengan tingkat kemampuan dan atau karakteristik lain
yang dimiliki siswa.
4. Untuk
mengenal latar belakang (psikologi, pisik, dan lingkungan) siswa yang mengalami
kesulitan-kesulitan belajar. Yang hasilnya dapat dipakai sebagai dasar untuk
memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.
C. Asas-asas Evaluasi Belajar
Agar supaya evaluasi berlajar benar mencapai sasaran, yaitu
untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku atau keberhasilan siswa, maka
harus dilaksanakan dengan berdasarkan pada suatu asas atau prinsip mapan.
Adapun asas atau prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah:
1.
Evaluasi harus
dilaksanakan secara terus menerus. Maksud evaluasi yang dilaksanakan secara
terus-menerus atau continue ialah agar kita (guru) memperoleh kepastian atau
kemantapan dalam mengevaluasi. Dan dapat mengetahui tahap-tahap perkembangan
yang dialami oleh siswa.
2.
Evaluasi harus
menyeluruh (Conprehensive). Evaluasi
yang menyeluruh ialah yang mampu memproyeksikan seluruh aspek pola tingkah laku
yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk dapat melaksanakan evaluasi yang memenuhi asas
ini, maka setiap tujuan instruksional harus telah dijabarkan sejelas-jelasnya,
sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan pengukuran. Alat atau
instrument evaluasi harus mengandung atau mencerminkan itemitem yang
representatif, yang dijabarkan dari tujuan-tujuan instruksional yang telah
disusun. Untuk keperluan pembuatan soal tes yang demikian guru dapat membuat
"Tabel spesifikasi tujuan", sebagai alat bantu guna menjaring
item-item yang mewakili perilaku yang diharapkan. Disamping itu tabel
speasifikasi tersebut juga dapat membantu guru dalam usaha memenuhi validitas
alat pengukur.
3.
Evaluasi harus obyektif (Obyective). Asas
ini dimaksudkan, bahwa didalam proses evaluasi hanya menunjukkan aspek yang
dievaluasi dengan keadaan yang sebenarnya. Jadi didalam mengevaluasi hasil
pendidikan dan pengajaran guru tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif
dalam memberikan nilai kepada siswa.
4.
Evaluasi harus dilaksanakan dengan alat pengukur yang
baik. Asas ini diperlukan, sebab untuk dapat memberikan
penilaian secara obyektif diperlukan informasi atau bukti -bukti yang relevant
dan untuk itu dibutuhkan alat yang tepat guna. Ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk alat pengukur yang baik, yaitu:
a.
Validitas. Validitas alat pengukur
berhubungan dengan ketepatan dan kesesuaian alat untuk menggambarkan keadaan
yang diukur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Ketepatan berhubungan dengan
pemberian informasi persis (akurat) seperti keadaannya. Atau dengan perkataan
lain disebut sahih. Sedang kesesuaian berhubungan dengan efektivitas alat untuk
memerankan fungsinya sesuai dengan yang dimaksud dari alat pengukur tersebut.
b. Reliabilitas.
Realiabilitas alat pengukur berhubungan dengan kestabilan, kekostanan, atau
ketepatan test. Suatu test akan dinyatakan reliabel apabila test tersebut
dikenakan kepada sekelompok subyek yang sama, tetap memberikan hasil yang sama
pula, walaupun saat pemberian testnya berbeda. Tinggi rendahnya reliabilitas
alat pengukur alat pengukur dapat diketahui dengan menggunakan teknik
statistik. Yaitu dengan mengklasifikasikan antara hasil pengukuran pertama dan
hasil pengukuran kedua dari bahan test yang sama, atau test yang lain yang
dianggap sama (ekuivalen).
5. Evaluasi
harus deskriminatif. Kegiatan
evaluasi yang dapat memenuhi asas ini akan mampu membedakan tentang keadaan
yang diukur apabila keadaannya memang berbeda. Jadi test hasil belajar dapat
dikatakan deskriminatif apabila test tersebut dapat membedakan antara 2 (dua)
orang atau lebih, yang memang mempunyai kemampuan yang tidak sama. Apabila
UnyiI keadaanya memang lebih pandai dari si Badu maka test itu harus dapat
mengetahui atau mengungkapkan perbedaan yang dimiliki oleh kedua anak tersebut
D. Jenis-jenis Evaluasi Belajar
Sehubungan dengan 4 (empat) tujuan
sebagaimana dituangkan di dalam sub bab yang terdahulu, selanjutnya kurikulum
1975 membedakan evaluasi prestasi belajar siswa di sekolah menjadi 4 (empat) jenis yaitu:
1.
Evaluasi Formatif. Adalah evaluasi yang
ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Jenis evaluasi wajib
dilaksanakan oleh guru bidang studi setelah selesai mengajarkan satu unit
pengajaran tertentu.
2.
Evaluasi Sumatif. Adalah evaluasi yang
ditujukan untuk keperluan penentuan angka kemajuan atau hasil belajar siswa.
Jenis evaluasi ini dilaksanakan setelah guru menyelesaikan pengajaran yang
diprogramkan untuk satu semester. Dan kawasan bahasanya sama dengan kawasan
bahan yang terkandung di dalam satuan program semester.
3.
Evaluasi Penempatan. Adalah evaluasi yang
ditujukan untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar atau program pendidikan
yang sesuai dengan kemampuannya.
4.
Evaluasi Diagnostik. Adalah evaluasi yang
ditujukan guna membantu memecahkan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa
tertentu.
Jenis evaluasi formatif dan sumatif
terutama menjadi tanggungjawab guru (guru bidang studi), evaluasi penempatan
dan diagmostik lebih merupakan tanggungjawab petugas bimbingan penyuluhan. Oleh
karena itu wajar apabila dalam tulisan ini hanya mengaksentuasi pada jenis
penilaian yang pertama dan jenis yang kedua.
Evaluasi Formatif dan Evaluasi
Sumatif
Sebagai salah
satu perwujudan dari usaha pembaharuan bidang pendidikan di Indonesia, ialah
dibakukannya Kurikulum 1975, yang di dalamnya tersurat juga suatu pedoman guru
dalam melaksanakan penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa. Karena di atas
telah disinggung bahwa evaluasi yang menjadi tanggungjawab guru bidang studi
adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, maka untuk memberikan gambaran
yang jelas dan tegas, berikut akan diuraikan batasan pengertian dan teknik
pelaksanaannya.
Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru selama dalam perkembangan
atau dalam kurun waktu proses pelaksanaan suatu Program Pengajaran Semester. Dengan maksud agar segera dapat
mengetahui kemungkinan adanya penyimpang-penyimpangan, ketidak sesuaian
pelaksanaan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Karena dilaksanakan
setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran (mungkin sesuatu topik atau
pokok bahasan), maka ternyata apabila ada ketidaksesuaian dengan tujuan segera
dapat dibetulkan.
Oleh karena itu, fungsi dari pada evaluasi ini terutama
ditujukan untuk memperbaiki proses
bolajar mengajar. Dan karena scope bahannya hanya satu unit pengajaran, dan
dalam satu semester terdiri dari beberapa unit, maka pelaksanaan evaluasi ini
frekuensinya akan lebih banyak dibanding evaluasi sumatif. Umumnya frekuensi
tes formatif ini berkisar antara 2 - 4 kali dalam satu semester.
Sedangkan yang dimaksud dengan
evalusi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh guru pada akhir
semester. Jadi guru baru dapat melakukan evaluasi sumatif apabila guru yang
bersangkutan selesai mengajarkan seluruh pokok bahasan atau unit pengajaran
yang merupakan forsi dari semester yang bersangkutan. Oleh karena itu evaluasi
ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai siswa selama
satu semester. Jadi fungsinya untuk mengetahui kemajuan anak didik. Akhirnya, untuk menambah kejelasan
didalam pelaksanaannya, berikut penulis rumuskan perbedaan dari kedua jenis
evaluasi tersebut.
Evaluasi Formatif
|
Evaluasi Sumatif
|
Tujuannya untuk memperbaiki PBM.
1.
Dilaksanakan setelah selesai mengajarkan suatu unit
pengajaran tertentu.
2.
Frekuensi 2 – 4 kali dalam satu semester.
3.
Lingkup atau scope bahannya sempit.
4.
Obyeknya hanya terdapat suatu aspek perilaku.
5. Bobot atau kadar nilainya rendah.
|
Tujuannya untuk mengetahui hasil
atau tingkat kemajuan belajar siswa.
1.
Dilaksanakan setelah mengajarkan seluruh unit pengajaran,
yang menjadi forsi sesuatu semester.
2.
Frekuensinya 1 x dalam satu semester.
3.
Lingkup atau scope bahannya luas.
4.
Obyeknya meliputi berbagai aspek perilaku.
5. Bobot atau kadar nilainya tinggi.
|
Mengingat karakteristik dari
masing-masing jenis evaluasi itu, maka guna penentuan nilai akhir (misalkan
nilai raport), diberikan pedoman sebagai berikut : Jika seorang siswa misalnya
si Arief dalam suatu semester mengikuti evaluasi formatif 4 (empat) kali dan
hasilnya: 6, 8, 8, 10. Kemudian sewaktu mengikuti evaluasi sumatif mendapat
nilai 9, maka nilai akhir Arief untuk mata pelajaran itu menjadi: dibulatkan
menjadi 9,00
E. Kriteria Evaluasi
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa evaluasi adalah
merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan bukti-bukti yang kemudian
dijadikah dasar dalam pengambilan keputusan tentang keberhasilan siswa
mengikuti pelajaran. Agar pengambilan keputusan tidak merupakan perbuatan yang
subyektif, maka diperlukan patokan tertentu. Kriteria tersebut berfungsi
sebagai ukuran, apakah seseorang telah memenuhi persyaratan untuk digolongkan
sebagai siswa yang berhasil, pandai, baik, naik kelas, lulus atau tidak.
Kriteria penilaian itu disebut dengan
istilah “Standar Penilaian”. Dan standar penilaian yang dimaksud dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Standar
Penilaian Yang mutlak. Kriteria ini lebih dikenal dengan istilah “Penilaian
Acuan Patokan” atau disingkat PAP. Dan istilah ini merupakan terjemahan dari
istilah asing “Criterion Referenced”.
Standar ini bersifat tetap atau
bahkan tidak dapat ditawar. Dalam artian bahwa kriteria keberhasilan siswa itu
tidak dipengaruhi oleh prestasi suatu kelompok siswa. Apabila kita menggunakan
standar ini, maka keberhasilan atau kegagalan siswa dalam mengikuti pelajaran
ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (sebelum
evaluasi dilaksanakan). Pelaksanaan standar
PAP ini dapat diberikan contoh sebagai berikut: Misalnya untuk dapat dinyatakan
lulus, siswa harus dapat menjawab dengan betul paling sedikit 70% dari
pernyataan yang disediakan. Ini berarti bahwa siswa yang menjawab benar kurang
dari 70% dari jumlah soal yang disediakan, dinyatatan tidak berhasil atau tidak
lulus. Langkahnya dapat didiskripsikan sebagai berikut:
a. Menetapkan
kualifikasi nilai minimal yang dapat diterima, misalnya: 5,50; 6,0; atau 7,0
dan sebagainya, sebagai batas lulus atau passing grade. Atau batas kesalahan minimal yang masih dapat dimaafkan dalam
suatu penilaian. Ketentuan tersebut terserah kepada guru.
b. Membandingkan
angka nilai (prestasi) setiap siswa dengan nilai passing grade tersebut. Secara
teoritis maka mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah batas lulus,
dinyatakan tidak berhasil.
2. Standar
Perilaian Yang Relatif.
Kriteria ini lebih dikenal dengan
istilah “Penilaian Acuan Normal”atau disingkat PAN. Dan istilah ini merupakan
alih bahasa dari istilah asing “Norm
Referenced”. Berbeda dengan standar mutlak, pada standar yang relatif ini
keberhasilan siswa ditentukan oleh posisinya di antara kelompok siswa yang
mengikuti evaluasi. Dengan lain perkataan, bahwa keberhasilan seseorang siswa
dipengaruhi oleh tempat relatifnya dibandingkan dengan prestasi rata-rata
kelompok. Dengan menggunakan standar relatif, dapat terjadi bahwa siswa yang prosentasi
(%) jawaban yang benar hanya 50% dapat dinyatakan lulus atau berhasil, karena
kebanyakan teman-teman yang lain mencapai angka prosentasi yang lebih rendah
Dengan demikian kriteria
keberhasilan masing-masing kelas tidak sama. Sehingga keberhasilan seseorang
siswa baru dapat ditentukan setelah prestasi kelompoknya diketahui. Dan jenis
standar ini tepat dipakai oleh guru, apabila ia akan mengetahui kedudukan siswa
dalam kelompok/ kelasnya. Mengingat karakteristik dari masing-masing standar
itu, dan sesuai dengan prinsip ketuntasan belajar, bahwa “pengolahan skor yang diperoleh siswa
diperlakukan dengan menggunakan standar mutlak atau Penilaian Acuan Patokan
(PAP)”.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengukuran,
Penilaian dan Evaluasi Pendidikan
1. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk
mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu
dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita mengukur suhu
badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B,
maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang
atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu
bersifat kuantitatif. Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana
dikemukakan Anas Sudijono (1996: 4) ada tiga macam yaitu:
a. pengukuran yang
dilakukan bukan untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah
kota,
b. pengukuran untuk
menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar serta
c. pengukuran yang
dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang
ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud
pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan
untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran
selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja
mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang
sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada
dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara
sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer
menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat
dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi
angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil
mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya
dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek
yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat
kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai
untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan
tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi
tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan
informasi tentang karakteristik afektif obyek.
2. Penilaian
Penilaian merupakan bagian penting dan tak
terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan
dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu
diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang
baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada
gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi
siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk
selalu meningkatkan kemampuannya.
Dalam sistem evaluasi hasil belajar,
penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi
yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan
ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan
menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21)
penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya
setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah
siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut
ditafsirkan dalam bentuk nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua
acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan
acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini
dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda
serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan
kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa
berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk
menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya.
Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan
gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti
tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan
seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan
kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa
melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan
sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian
praktek.
Dengan adanya acuan norma atau kriteria,
hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat
diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya,
kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila
kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
3. Evaluasi
Pengukuran, penilaian dan evaluasi
merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut
dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama
lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan. Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004:
1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu,
yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang
tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana
dikatakan Gronlund (1990: 5) merupakan proses yang sistematis tentang
mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan
sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Djemari
Mardapi (2004: 19) evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk
mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.
Dari pendapat di atas, ada beberapa hal
yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis,
pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program
pembelajaran seharusnya dievaluasi disetiap akhir program tersebut, (2) dalam
pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk menunjang
keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan
landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi
dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Karena itulah pendekatan goal oriented merupakan
pendekatan yang paling sesuai untuk evaluasi pembelajaran.
B.
Evaluasi
Pendidikan
“The systematic process of collecting, analyzing, and
interpreting information to
determine the extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Answers the question
“How good?”). Demikianlah arti evaluasi menurut
Gronlund &
Linn, mereka menyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengumpulkan, menganalisis, dan
menafsirkan informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan
instruksional. Untuk menjawab pertanyaan “bagaimana baik?” Tidak berbeda jauh
dengan itu, Soekartawi mengatakan evaluasi adalah proses untuk menguji suatu
objek atau aktivitas dengan kriteria tertentu untuk kepentingan pembuatan
keputusan. Lebih sederhana dari dua pendapat yang telah disampaikan sebelumnya Scriven Glass,
dan Stufflebeam hanya mengatakan evaluasi adalah penilaian kelayakan atau
kebermanfaatan (the assessment of merit or worth).
Jadi
pada intinya, evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai berdasarkan
parameter tertentu yang tujuan akhirnya adalah untuk melihat kualitas/tingkat
ketercapaian dari kegiatan yang sudah dijalankan. Apakah sudah sesuai dengan
yang telah direncanakan atau belum? Apakah kegiatan yang dijalankan sudah layak
atau bermanfaat? Apakah kegiatan yang dijalankan harus dimodifikasi atau diganti sama sekali?
C.
Prinsip-Prinsip
Evaluasi Pendidikan
Evaluasi
merupakan kegiatan yang dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang relatif tidak
singkat. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum melakukannya. Agar proses
yang dilakukan tersebut berjalan secara efektif, maka dalam pelaksanaannya
harus mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut:
1.
Menetapkan
secara jelas apa yang akan dievaluasi. Efektifitas pelaksanaan evaluasi
tergantung pada seberapa jelaskah pendeskripsian
yang akan dievaluasi dan seberapa tepatkah instrumen yang akan digunakan untuk
mengevaluasi. Dengan demikian, sebelum mengembangkan alat ukur kita harus
menetapkan secara jelas apa yang akan dievaluasi. Ketidakjelasan dalam menetapkan apa yang
akan dievaluasi akan berakibat pada ketidaksesuaian dalam pengembangan
instrumen, yang akhirnya dapat berujung pada ketidaktepatan dalam pengambilan
keputusan. Hal ini sejalan dengan istilah GTGR (Garbage Tools Garbage Results),
instrumen yang buruk akan berakibat pada hasil yang buruk pula. Instrumen yang digunakan
untuk menjaring data evaluasi tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
pengukuran dan nonpengukuran. Keduanya bisa digunakan secara bersamaan ataupun
hanya salah satu diantaranya saja. Semua tergantung dengan tujuan dan apa
yang akan diukur. Mengenai hal ini dapat dilihat secara jelas pada bagan peran teknik
evaluasi dalam pengambilan keputusan di bawah ini.
2.
Memilih
teknik evaluasi yang sesuai dengan karakteristik yang akan diukur Pemilihan
teknik evaluasi biasanya didasari pada 3 hal, yaitu: kesesuaian dengan tujuan
yang ingin dicapai, sejauh mana keakurasian/ketepatan teknik evaluasi tersebut
dalam menjaring data evaluasi, dan sejauh mana kenyamanan dalam menggunakannya.
Selain itu, yang dapat dijadikan catatan dalam memilih teknik evaluasi adalah
seberapa besarkah tingkat keefektifan dan keefisienan dalam penggunaanya.
3.
Menggunakan
berbagai teknik evaluasi guna mendapatkan evaluasi yang menyeluruh Tidak ada
satu instrumen atau prosedurpun yang bisa mengumpulkan data secara
komprehensif, karena itu dibutuhkanlah penggunaan berbagai teknik untuk
melengkapi data-data yang dibutuhkan. Semakin lengkap data yang dikumpulkan, akan semakin mudah untuk
membuat keputusan dalam sebuah proses evaluasi.
4.
Mengetahui
kelebihan dan keterbatasan berbagai teknik evaluasi, sehingga kita tepat dalam
menggunakannya Mengetahui kelebihan dan keterbatasan berbagai teknik evaluasi,
dimaksudkan agar kita dapat menggunakannya secara tepat dan sesuai. Pada dasarnya, tidak ada
teknik evaluasi terbaik, yang ada hanyalah teknik evaluasi yang sesuai.
5.
Evaluasi
adalah alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri Evaluasi adalah
salah satu sarana yang biasa digunakan untuk memperbaiki suatu hal. Implikasi
dari pernyataan ini adalah evaluasi hanya bertindak sebagai alat untuk mencapai
tujuan bukan tujuan itu sendiri, karena sesungguhnya tujuan akhir dari evaluasi
adalah perbaikan. Untuk itu, perlulah dirancang sejak awal teknik evaluasi yang
akan digunakan agar evaluasi yang dijalankan bisa efektif dan efisien dalam
proses pengumpulan data/informasi yang nantinya digunakan sebagai dasar untuk
membuat keputusan.
D. Ruang Lingkup (scope) Evaluasi
Pendidikan
Secara
umum, ruang lingkup dari evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah mencakup 3
komponen utama, yaitu:
1.
evaluasi
program pengajaran; Evaluasi
atau penilaian terhadap program pengajaran akan mencakup 3 hal, yaitu: evaluasi terhadap
tujuan pengajaran, evaluasi terhadap isi program pengajaran, dan evaluasi terhadap
strategi belajar mengajar.
2.
Evaluasi
proses pelaksanaan pengajaran; Evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran
akan mencakup: kesesuaian antara pembelajaran yang berlangsung dengan program
pembelajaran yang telah ditentukan, kesiapan guru dalam melaksanakan program
pembelajaran, kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, minat atau
erhatian siswa di dalam mengikuti pembelajaran, keaktifan atau partisipasi
siswa selama pembelajaran berlangsung, peranan bimbingan dan penyuluhan
terhadap siswa yang memerlukannya, komunikasi dua arah antara guru dan siswa
selama pembelajaran berlangsung, pemberian dorongan atau motivasi terhadap
siswa, pemberian tugas tugas kepada siswa dalam rangka penerapan teori-teori
yang diperoleh di dalam kelas, dan upaya menghilangkan dampak negatif yang
timbul sebagai akibat dari kegiatan kegiatan yang dilakukan di sekolah.
3.
Evaluasi
hasil belajar; Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik ini mencakup:
evaluasi mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan
khusus yang ingin dicapai dalam unit-unit program pembelajaran yang bersifat
terbatas, dan evaluasi mengenai tingkat pencapaian peserta didik terhadap
tujuan-tujuan umum pembelajaran.
E.
Posisi/Kedudukan
Evaluasi dalam Pendidikan
Mungkin
ada dari anda yang pernah bertanya seperti ini, “sebaiknya evaluasi itu
dilakukan kapan sih?” atau “sebenarnya kedudukan evaluasi dalam pendidikan itu
dimana sih?”, atau pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya yang menggambarkan
kebingungan anda tentang posisi/kedudukan evaluasi dalam pendidikan. Inilah jawaban dari pertanyaan
tersebut.
Evaluasi
pada dasarnya selalu berdiri disetiap etape dalam proses pendidikan, khususnya dalam
pembelajaran. Mulai dari tahap awal, proses, sampai tahap akhir semua mendapat sentuhan
evaluasi. Mengapa harus demikian? Tentu saja agar apa yang telah
dilaksanakan/dijalankan tidak keluar dari tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pun bila di tengah perjalanan terjadi ketidaksesuaian dengan
tujuan, kita dapat mengetahuinya sejak dini dan selanjutnya dapat dikembalikan
ke tujuan semula.
Seperti
yang telah dijabarkan sebelumnya, evaluasi adalah makhluk yang sering menyentuh setiap
lini dalam pembelajaran. Dengan demikian, sedikit banyaknya dapat ditarik
kesimpulan bahwa evaluasi memang sangat penting untuk dilaksanakan. Apa jadinya
bila tidak ada proses evaluasi? Pastinya proses pembelajaran yang dilaksanakan
akan semena-mena saja, karena toh tak ada tolak ukur untuk menilai apakah
proses yang dilakukan sudah sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Berikut akan digambarkan bagaimana pentingnya dan saling terkaitnya antara tujuan,
proses belajar mengajar, dan evaluasi. Ada satu prinsip umum dan penting dalam
kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi
(hubungan erat tiga komponen). Komponen tersebut yaitu tujuan pembelajaran, proses
belajar mengajar (PBM), dan prosedur evaluasi. Jika dijabarkan akan
menjadi demikian:
1.
Hubungan
antara tujuan dengan PBM; PBM
yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh pendidik dengan mengacu pada
tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan
hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa PBM mengacu
pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke PBM, menunjukkan langkah dari
tujuan dilanjutkan pemikirannya ke PBM.
2.
Hubungan
antara tujuan dengan prosedur evaluasi;
Evaluasi
adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai.
Dengan makna demikian, maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke
tujuan. Dilain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada
tujuan yang sudah dirumuskan.
3.
Hubungan
antara PBM dengan prosedur evaluasi;
Seperti
yang sudah disebutkan pada nomor 1, PBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada
tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula pada nomor 2, bahwa alat
evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan,
evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan PBM yang dilaksanakan. Sebagai
contoh, jika PBM dilakukan oleh pendidik dengan menitikberatkan pada
keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa,
bukannya aspek pengetahuan
BAB IV
KESIMPULAN
Atas dasar uraian-uraian sebagaimana
dikemukakan di atas, dapatlah dibuatkan suatu ikhtisar sebagai berikut: Evaluasi
Belajar adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan
dasar penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada
diri siswa, setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Tujuan diadakan evaluasi belajar
adalah: Untuk memperbaiki proses belajar mengajar (PBM), Untuk menemukan angka
kemajuan hasil belajar siswa., Untuk penjurusan, Untuk mengenal latar belakang
siswa yang mendapatkan kesulitan belajar.
Asas-asas evaluasi belajar adalah
meliputi: Dilaksanakan secara terus menerus, Menyeluruh, Obyektif, Dilaksanakan
dengan alat pengukur yang baik, Deskriminatif.
Jenis-jenis evaluasi yang dilaksanakan di
sekolah adalah; Pre Test, Post Test, Formatif Test, Sumiatif Test, Diagnostik
Test, Placement Test. Sedangkan Kriteria evaluasi dapat dibedakan menjadi: Penilaian
Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced, Penilaian Acuan Norma (PAN) atau
Norm Referenced.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Burhanudin. 1990. Analisis Administrasi Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Kartono, Kartini. 1992. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Lamatenggo, 2001. Kinerja
Guru: Korelasi antara Persepsi Guru terhadap Perilaku Kepemimpinan Kepala
Sekolah, Motivasi Kerja dan Kinerja Guru SD di Gorontalo” . Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta. ” Tesis
Soetopo, Hendiyat 1984. Kepemimpinan
dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara
Thoha, Miftah. 2004. Perilaku
Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada