DUA RIVAL DENGAN DUA GAYA UNTUK NEXT JAKARTA
DUA RIVAL DENGAN DUA GAYA UNTUK NEXT JAKARTA
MENAKAR KEPEMIMPINAN CALON GUBERNUR DKI JAKARTA 2017-2022
Pemerintah daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asa
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah daerah
dimaksud adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Hal yang menjadi pertimbangan
utama diterbitkannya UU Nomor 32 tahun 2004, ialah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia tahun 45,
pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
alas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan
persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada
daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. (Baca juga UU
Negara Republik Indonesia No 32 tahun 2004. DISINI
Pemerintahan daerah sebagai
penyelenggaraan urusan pemerintahan seperti daerah tingkat provinsi merupakan
seperangkat alat pemerintahan yang didalamnya terdapat unsur Gubernur, Wakil
Gubernur, Kepala-kepala dinas, Badan-badan Usaha, Pegawai Negeri sipil, serta
unsur-unsur masyarakat yang disebut dengan istilah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, serta unsur-unsur lain yang telah diatur oleh UU dan peraturan lainnya,
yang dikeluarkan oleh sistem pelaksanaan pemerintahan Republik Indonesia.
Masing masing unsur tersebut di atas, memiliki tugas dan fungsi serta
tanggungjawabnya masing-masing secara sinergis dan berkesinambungan.
Fenomena rendahnya peranserta
birokrasi dan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan sistem pelaksanaan
pemerintah daerah, tidak luput dari sebuah proses kepemimpinan dengan gaya
kepemimpinan yang dimiliki seorang kepala daerah ditingkat provinsi, kabupaten
dan kota, sehingga akan berdampak terhadap tinggi rendahnya serapan dana yang
telah diatur dalam Anggaran Belanja Negara dan Anggaran Belanja Daerah dalam
setiap RAPBD yang disusun setiap tahunnya.
Pada soal-soal tertentu,
seorang Gubernur, bupati atau walikota memiliki tugas untuk memotivasi, mendinamisir
pengelolaan daerah dan tata laksana daerah yang dibantu oleh para perangkat
dinas yang didalamnya terdapat banyak staf PNS dan Non-PNS sebagai pembantu
pelaksana, sehingga daya serap anggaran pada setiap tahun anggarannya dapat
direalisasikan dengan baik dan benar sesuai perencanaan daerah. Melalui
indikator ini pula, karakter kepemimpinan daerah akan tercermin pada sebuah
output dan outcome pengelolaan APBD yang dilaporkan pertanggungjawabannya pada
setiap akhir tahun anggaran.
Seluruh pusat aktivitas
perangkat daerah ini digerakan oleh kekuatan gaya kepemimpinan seorang pemimpin
kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Gaya kepemimpinan ini akan
sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam memange sistem tata kelola pemerintah
ditingkat daerah, sekaligus tentu akan menjadi pembanding keberhasilan sebuah Provinsi
lain, akan menjadi pembanding pula atas keberhasilan kepemimpinan
periode-periode sebelumnya untuk menakar kepemimpinan yang akan datang.
Ditilik dari sisi tanggungjawabnya,
seorang Gubernur jelas lebih kompleks masalah yang dihadapinya apabila
dibandingkan dengan tugas seorang Bupati atau Walikota di daerah tingkat II,
karena itu pula baik buruknya tata laksana pemerintah daerah provinsi, sebagian
besarnya akan sangat ditentukan oleh sejauhmana seorang Gubernur bisa
menggerakkan secara sinergis seluruh komponen daerah tingkat provinsi dengan
segenap model kepemimpinannya.
Disaat seorang Gubernur mampu
mendayagunakan seluruh komponen yang dimiliki daerahnya, disitu pulalah peluang
dirinya untuk tampil menjadi figur kepala daerah yang didambakan bahkan diidolakan
oleh masyarakat yang akan dipimpinnya.
Bagaiman Gaya Kepemimpinan Menjadi
Pilihan ?
Gaya kepemimpinan yang
dimaksud disini ialah sifat-sifat kepribadian sesorang termasuk didalamnya
kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang
dipimpinnya, agar mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya dengan rela, penuh semangat serta tidak merasa terpaksa. Sebuah gaya
kepemimpinan yang dimiliki oleh seseorang yang mampu mempengaruhi, membimbing,
mengarahkan serta mengelola baik individu maupun kelompok dengan segala ilmu
yang ada agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya sebuah tujuan bersama.
Dengan istilah lain gaya
kepemimpinan yang akan ditakar disini ialah suatu pola perilaku seorang
pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi bawahannya, apa yang dipilih oleh
pemimpinnya untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi
anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya. Gaya mana yang cocok untuk
memimpin DKI Jakarta? Mari kita pelajari perjalanan karier dan kebiasaan para
calaon yang digadang-gadang parpol sekaligus memudahkan masyarakat Jakarta
dalam menentukan siapa calon yang dianggap pas untuk mengelola DKI Jakarta Lima
Tahun kedepan.
Berdasarkan pendekatan sifat.
Pendekatan sifat ini bertitik
tolak pada pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin daerah diukur
berdasarkan sifat-sifat, perangai atau ciri yang dimiliki oleh pemimpin yang dibawanya
sejak lahir yang meliputi; kecerdasan memimpin, kemampuan mengawasi, inisiatif,
ketenangan diri, Optimisme, keberanian, kemampuan berkomunikasi, keuletan,
manusiawi dan kepribadian yang memiliki ketenangan diri. Untuk memudahkan
pengukuran di atas, masyarakat DKI Jakarta bisa menilai setiap calonnya
berdasarkan pengalam dia memimpin sebuah wilayah atau memimpin sebuah
organisasi yang melibatkan orang banyak.
Berdasarkan pendekatan
perilaku atau pendekatan situasional mengedepankan Inisiatif dan perhatian.
Inisiatif ini tentu akan
menggambarkan seorang pemimpin mampu memberi batasan dan struktur terhadap
peranannya serta peranan bawahannya agar mencapai tujuan pemerintahannya,
konsiderasinya akan menggambarkan derajat dan corak hubungan seorang pemimpin
dengan bawahannya yang ditandai dengan saling percaya, saling menghargai dan
saling menghormati. Mengkombinasikan dua dimensi ini dapat dibedakan menjadi
empat gaya kepemimpinan yaitu: perhatian rendah, pembuatan inisiatif rendah.
Perhatian tinggi, pembuatan inisiatif rendah. Perhatian tinggi, pembuatan
inisiatif tinggi. Perhatian rendah, pembuatan inisiatif tinggi.
Gaya Kepemimpinan Otokratis
Kecenderungan pemimpin dengan
gaya ini, yaitu pemimpin yang tampil dan bertindak layaknya seorang diktator yang
berkuasa sendiri terhadap mitra atau bawahannya, baginya sangat penting seorang
pemimpin menggerakkan dan memaksa seseorang untuk mengerjakan tugas yang
diperintahkannya, bawahan hanya mengikuti dan mengerjakan atas apa yang menjadi
perintah tanpa harus memberikan bantahan atau bahkan saran sekalipun. Kekuasaan
pemimpin model otokrasi ini hanya akan mampu dibatasi oleh undang-undang.
Kecenderungan pemimpin model ini tidak begitu menghendaki adanya rapat-rapat
atau musyawarah, berkumpul itu dilakukan hanya sekedar memberikan
instruksi-instruksi, setiap perbedaan atau perdebatan dalam rapat dianggap
sebagai bentuk kepicikan, pembangkangan bahkan dianggap pelanggaran disiplin
terhadap perintah atau instruksi yang telah ditetapkannya.
Mempunyai sedikit kepercayaan
dan kecenderungan mengeksploitasi bawahan, menjadi konsekuensi dari gaya
kepemimpinan model ini. Cara pemimpin ini cenderung memberikan motivasi dengan
cara memberi ketakutan dan hukuman kepada bawahannya. Memberi penghargaan
dilakukan hanya karena faktor kebetulan.
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan model ini sangat
dominan perbedaannya dengan gaya Otokratis. Gaya ini barangkali bisa disebut sebagai bentuk antitesis
terhadap gaya kepemimpinan otoriter. Kenapa demikian? Karena model kepemimpinan
yang ini menafsirkan kepemimpinan sebagai seorang pemimpin yang tampil
ditengah-tengah anggota yang dipimpinnya.
Sering mengajak bawahannya
dalam setiap pengambilan keputusan, konsensus dan mengedepankan pemberdayaan,
selalu berusaha menstimulasi bawahannya agar bekerja secara kooperatif untuk
mencapai tujuan bersama, selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan
masyarakat dengan mempertimbangkan segenap kesanggupan dan kemampuan
bawahannya.
Pada setiap pelaksanaan
tugasnya, mau menerima dan mengharapkan saran, masukan bahkan kritikan dari
anggota masyarakat yang dipimpinnya sebagai bentuk umpan balik untuk bahan
pertimbangan melakukan realisasi kebijakan berikutnya. Memiliki konsep
kepercayaan yang tinggi terhadap dirinya serta menaruh kepercayaan tinggi pada
bawahannya sehingga mereka mampu melaksanakan setiap pekerjaan dengan baik dan
benar serta diikuti rasa tanggungjawab yang tinggi. Model pemimpin ini selalu memupuk
rasa kekeluargaan yang tinggi demi persatuan dan kesatuan yang utuh, membangun
semangat untuk memiliki kecakapan dalam memimpin dengan cara memberikan
delegasi sebagian kekuasaan yang dimilikinya.
Ciri dan karakter yang
menonjol pada gaya ini ialah terletak pada sebuah spektrum kepemimpinan yang
bertindak berdasarkan persetujuan, dengan konsekwensi selalu mengadakan
konsultasi dengan para bawahannya mengenai tindakan tindakan,
keputusan-keputusan yang akan diambil, berusaha keras memberikan dorongan untuk
berperan aktif dalam melaksanakan setiap keputusan yang telah ditetapkan.
Menjadi seorang pemimpin
memang tidak mudah. Sebetapapun sempurnanya kepribadian yang dimiliki para
Kandidat Gubernur DKI Jakarta yang akan turut serta dalam pilkada langsung bulan
Februari 2017 nanti, tentu akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor situasi
dan kondisi politik yang berkembang. Keberhasilan Kandidat yang memenangkan
Percaturan DKI satu ini, juga dipengaruhi oleh keadaan partai politik pengusung
serta organisasi-organisasi yang menjadi pendukungnya, akan menjadi instrumen
penting dalam proses pemenangan.
Saya teringat dengan Nasehat Dr Fred Edward Fiedler
(1922) yang mengatakan bahwa tak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok untuk
semua situasi. Seorang pemimpin harus mampu mengkombinasikan hubungan antara
dirinya dengan bawahannya, serta mampu mengkombinasikan struktur tugas dan
kekuasaan yang berasal dari organisasi yang mengusungnya.
Wallahualam bissawab.
By. AripAmin 06/08/16
Comments
Post a Comment