Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi dengan Motivasi Kerja Guru
Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Cirebon
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Lembaga
pendidikan seperti Sekolah Menengah Atas merupakan organisasi yang didalamnya
mengandung unsur guru, unsur siswa, unsur staf administrasi, dan unsur
kepemimpinan sekolah, serta unsur masyarakat yang disebut dengan istilah komite
sekolah. Masing-masing unsur ini memiliki tugas dan fungsinya
masing-masing serta tanggungjawab yang
diembannya.
Rendahnya
peran guru dalam pendidikan, tampak pada proses pengajaran dan pembentukan
moral serta nilai ethik peserta didik yang cenderung melemah. padahal guru bertugas
untuk mendinamisir pendidikan, dan pengajaran di dalam kelas, sehingga karakter
bangsa dapat tercermin pada output pendidikan. Pada kasus tertentu, guru dianggap
sebagai sebagai administrator kelas, dan dibantu oleh tenaga kependidikan yang
bertugas dalam pengadministrasian lembaga pendidikan.
Pusat
seluruh aktivitas guru, dan tenaga administrasi sekolah ini, digerakkan oleh
pemimpin lembaga pendidikan yang disebut dengan Kepala Sekolah. Kepala sekolah
selain berfungsi memanage seluruh
jalannya aktivitas guru, juga ia manajer penting dalam mendinamisir seluruh
kegiatan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.
Dilihat
dari sisi tanggungjawabnya, kepala sekolah jelas lebih tinggi dan kompleks
masalahnya apabila dibandingkan dengan tenaga kependidikan lainnya, di tingkat
sekolah. Oleh karena itu, baik buruknya sebuah lembaga pendidikan, sebagian
besarnya akan ditentukan oleh sejauhmana kepala sekolah dalam satu satuan, dan
satu jenjang pendidikan mampu menggerakan seluruh komponen kependidikan yang tersedia
dengan modal kepemimpinan yang dimilikinya. Semakin dia mampu mendinamisir
guru, maka semakin besar pula peluang dirinya untuk tampil menjadi pemimpin
yang dapat mengelola dan mempertanggungjawabkan lembaga pendidikan yang
dipimpinnya secara profesional.
Dalam pandangan
Islam, kepemimpinan merupakan fitrah bagi setiap manusia yang di amanahi oleh Allah
SAW., untuk menjadi khalifah fil ardi (wakil Allah) di muka bumi, yang
bertugas merealisasikan misi sucinya sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta.
”Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S.al-Baqarah: 30)
Selain sebagai khalifah, manusia juga memiliki peran sebagai
Abdullah (hamba Allah) yang senantiasa patuh dan terpanggil untuk
mengabdikan segenap dedikasinya di jalan Allah.
Sabda Rasulullah “Setiap kamu
adalah pemimpim dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya”.
Manusia yang diberi amanah dapat memelihara amanah tersebut dan Allah telah
melengkapi manusia dengan kemampuan konsepsional atau potensi fitrah, serta kehendak bebas untuk
menggunakan dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
”Dan dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" (Q.S.al-Baqarah:31).
Dengan demikian,
maka menjadi seorang pemimpin haruslah amanah dalam menjalankan tugas dengan
sebaik-baiknya untuk mensejahterakan ummat dengan sebaik-baiknya, karena dengan
kepemimpinan kita akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
Pendidikan merupakan wahana yang paling strategis karena diharapkan dapat
mempersiapkan generasi muda yang sadar Iptek, kreatif, dan memiliki solidaritas
sebagai gambaran manusia moderen pada masa yang akan datang. Begitu
strategisnya peran pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, namun fakta menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang pada intinya bertumpu pada
produktivitas pendidikan yang masih rendah, dan salah satu faktor yang diduga ikut
mempengaruhi hal tersebut diantaranya gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat penelitian awal dibeberapa Sekolah
Menengah Atas Negeri di kota Cirebon, diperoleh informasi dan gambaran masalah
yang diduga ikut mempengaruhi rendahnya motivasi kerja guru antara lain: Kepala
sekolah kurang memberikan kesempatan
kepada bawahannya untuk memberikan saran dan pendapat kepada pimpinannya. Kepala
sekolah kurang melakukan komunikasi
dengan para guru, dan staf. Hal ini ditandai dengan tidak efektifnya / tidak
adanya pertemuan yang bersifat rutin antara staf dan pimpinannya, misalnya
rapat staf, arisan atau yang lainnya yang diduga dapat meningkatkan motivasi
kerja guru.
Hal lain yang
diperoleh peneliti dibeberapa Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Cirebon,
kurangnya kepedulian kepala sekolah terhadap permasalahan-permasalahan yang
dihadapi staf dibawahnya, dan kompensasi yang diperoleh guru masih rendah bila
dibandingkan dengan tingkat pengabdian dan pengorbanan yang diberikan maupun
masa kerja yang dimiliki masing-masing staf atau pegawainya.
Hal ini tampak
jelas ketika dibeberapa sekolah masih terdapat guru yang belum mendapatkan
sertifikasi guru. Ketidak harmonisan hubungan antar sesama staf, dan kurangnya
rasa persamaan gurur, masih cenderung membentuk kelompok sendiri-sendiri
terutama dibeberapa sekolah yang berada pada kategori sedang, serta dukungan
terhadap peningkatan sumberdaya guru/ staf kurang. Hal ini tampak pada
rendahnya dukungan/ bantuan pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan
sumberdaya guru yang ada untuk menjadi lebih profesional. Padahal sekolah
sebagai lembaga tempat penyelenggaraan pendidikan, merupakan sistem yang
memiliki berbagai perangkat dan unsur yang saling berkaitan dan memerlukan
pemberdayaan. Secara internal sekolah memiliki perangkat guru, murid,
kurikulum, sarana, dan prasarana. Secara eksternal sekolah memiliki hubungan
dengan instansi lain baik secara vertikal maupun horizontal.
Di dalam konteks pendidikan, sekolah memiliki stakeholders (murid, guru, masyarakat, pemerintah, dan
dunia usaha). Oleh karena itulah sekolah memerlukan pengelolaan atau manajemen
yang efektif, akurat agar dapat memberikan hasil optimal sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan semua pihak yang berkepentingan
stakeholders.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat
mendorong keberhasilan sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran
sekolah melalui program-program yang
dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah
sebagai kunci keberhasilan sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka
memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang komplek dan unik, serta
mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggungjawab
untuk memimpin sekolah sehingga mampu mewujudkan budaya organisasi secara
positif sehingga motivasi kerja guru untuk membangun kultur pendidikan yang
berkualitas dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan unsur stakeholders yang ada.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah harus menjadi katalisator,
dinamisator, dan fasilitator kelompok stakeholder
sekolah dalam menggerakkan segenap potensi tenaga pendidikan, dan atau kependidikan
khususnya guru dalam rangka mencapai tujuan dengan cara membantu guru-guru
secara kooperatif untuk meningkatkankan produktifitas kinerjanya, karena para
guru menginginkan kepala sekolah yang bukan saja secara teoretis memiliki
syarat-syarat kepemimpinan pada umumnya, tetapi yang terpenting adalah
penerapannya melalui kepemimpinan yang benar-benar dirasakan dan berpengaruh
terhadap motivasi kerja guru.
Padahal keberhasilan pendidikan tidak hanya semata-mata ditentukan oleh
kepemimpinan kepala sekolah, tetapi juga ditentukan oleh faktor guru. Oleh
karena itu, upaya meningkatan motivasi kerja guru untuk profesionalisme guru harus
terus dilakukan oleh kepala sekolah melalui pengembangan tenaga pendidikan,
maka yang menjadi kunci adalah mendorong motivasi kerja guru secara
professional dan proforsional.
Berdasarkan hal tersebut di atas, disadari bahwa kepala sekolah melalui
proses kepemimpinannya, dan guru sebagai seorang pendidik dan pengajar, akan
sangat menentukan terciptanya budaya sekolah yang efektif sehingga
membangkitkan motivasi kerja guru. Fenomena yang terjadi di Sekolah Menengah
Atas Negeri kota Cirebon, motivasi kerja guru masih terlihat rendah, sehingga
berdampak pada rendahnya kinerja guru (rendahnya pengabdian, rendahnya tanggung
jawab, disiplin, kemampuan kerja, kreativitas, penguasaan kompetensi pedagogis,
kompetensi sosial, kompetensi kepribadian serta rendahnya kompetensi dan sikap
profesional).
Motivasi kerja dapat dijadikan kekuatan untuk mendorong seorang guru agar
melakukan pekerjaannya dengan penuh semangat dan profesional. Seorang guru akan
memiliki motivasi kerja yang tinggi, apabila kebutuhannya terpenuhi baik
kebutuhan lahir maupun kebutuhan bathin. Dengan motivasi kerja guru yang tinggi,
diharapkan para guru terdorong untuk bekerja semaksimal mungkin dalam
melaksanakan tugasnya. Kenyataannya, para guru di Sekolah Menengah Atas Negeri
di Kota Cirebon tidak selalu bekerja dengan motivasi yang tinggi.
Interaksi antara sesama kolega guru dilingkungan SMA Negeri kota Cirebon cenderung
kurang baik. Hal ini tampak pada guru yang bekerja dengan motivasi yang rendah.
Rendahnya motivasi kerja para guru di Kota Cirebon, terlihat dari kurangnya
upaya mereka untuk mempersiapkan rencana pembelajaran, kurangnya kegigihan
mereka untuk mendorong keberhasilan belajar siswa, kurangnya upaya mereka untuk
meningkatkan kompetensi diri, seringnya mereka absen mengajar karena berbagai
alasan yang terkadang kurang masuk akal. Peneliti melihat cukup banyak
gejala-gejala ini pada beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Cirebon. Sudah
tentu persoalan ini harus diatasi dengan menelusuri faktor-faktor yang
mempengaruhi rendahnya motivasi kerja guru.
Agar guru memiliki motivasi yang kuat, mereka harus bekerja dalam
lingkungan sekolah atau budaya organisasi yang kondusif. Budaya organisasi
merupakan unsur dinamis yang ada pada tempat dimana ia bekerja. Budaya
organisasi bagi guru merupakan segala sesuatu yang ada didalam organisasi
sekolah, baik fisik maupun sosial. Budaya organisasi yang baik akan memberikan
dorongan (motivasi) kepada setiap individu yang ada, dan dalam struktur
organisasi tersebut harus dapat bekerja dengan nyaman dan maksimal. Sebaliknya
budaya organisasi yang kurang mendukung akan mempengaruhi motivasi kerja.
Dalam pengamatan peneliti, terhadap beberapa sekolah di SMA Negeri kota
Cirebon, faktor budaya organisasi ini memang kurang kondusif secara struktural,
dan sosial. Hubungan antar personal dikalangan warga sekolah, tampak kurang
kondusif hal ini ditandai dengan kurangnya keselarasan, kerjasama, dan adanya
kesenjangan sosial yang cukup lebar antara pengurus/ pejabat sekolah dengan
para guru. Sudah barang tentu kondisi ini akan berpengaruh terhadap rendahnya
motivasi kerja guru, sehingga mereka kurang terdorong bekerja secara maksimal.
Selain budaya organisasi, peran kepemimpinan kepala sekolah juga penting
bagi peningkatan motivasi kerja guru. Dalam menjalankan roda kepemimpinannya,
kepala sekolah perlu menggunakan strategi disamping taktik atau strategi
kepemimpinan yang tepat. Strategi kepemimpinan ini, berisikan gaya dan seni
untuk memperoleh dan memanfaatkan dukungan dalam melaksanakan kebijakan untuk mencapai
maksud yang diinginkan, serta berisi patokan yang perlu dipegang untuk
mengerjakan upaya-upaya guna mengejar pencapaian tujuan. Selain itu, kepala
sekolah harus memahami setiap individu bawahannya, serta menyesuaikan dengan
situasi, sifat dan kondisi yang ada agar gaya yang akan digunakan tidak mengakibatkan
hal-hal yang negatif, tetapi harus dapat mendorong dan membangkitkan para guru
agar bekerja lebih sungguh-sungguh sehingga tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat tercapai.
Pengamatan peneliti, terhadap beberapa sekolah SMA Negeri yang ada di Kota
Cirebon, faktor gaya kepemimpinan kepala sekolah ini perlu memperoleh perhatian
yang serius. Diantara sekolah tersebut, ada terdapat kepala sekolah yang
memimpin dengan gaya yang cenderung otoriter. Kebanyakan kepala sekolah
ditunjuk dan diangkat oleh birokrat, sehingga mereka sering menerapkan
kebijakan yang lebih pro pada kepentingan birokrat yang ada di daerah kota
Cirebon ketimbang pada kepentingan para guru. Memang ada kepala sekolah dengan
gaya kepemimpinan yang sesuai dengan harapan guru, akan tetapi mereka juga
tidak dapat berbuat banyak karena dibawah kendali birokrat. Para guru hanya
dapat pasrah menerima keadaan, yang berakibat pada rendahnya motivasi kerja
guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui secara
mendalam dan komprehensif melalui studi ilmiah tentang hubungan antara gaya kepemimpinan
kepala sekolah dan budaya organisasi dengan motivasi kerja guru pada Sekolah
Menengah Atas Negeri di Kota Cirebon.
B.
Masalah
Penelitian
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini antara
lain:
a. Kemampuan kepala sekolah
untuk memberikan motivasi masih rendah, sehingga guru masih kurang giat dalam
menjalankan tugas-tugasnya, datang terlambat, mengajar tidak tepat waktu.
Contoh kepala sekolah jarang memberikan pujian jika ada guru yang berhasil
melaksanakan tugasnya dengan baik. Demikian sebaliknya jika ada guru yang
melakukan kesalahan dalam bekerja, kepala sekolah enggan memberikan arahan agar
guru dapat bekerja secara efektif;
b. Masih terdapat gaya
kepemimpinan kepala sekolah yang otoriter/ peodal. Masih terdapat gaya
pengambilan keputusan yang tidak melibatkan stafnya, sehingga berdampak pada
kurangnya kesempatan untuk meningkatkan karier bagi bawahan, serta sempitnya
ruang guru untuk memberikan saran dan pendapatnya kepada pimpinan;
c. Kurangnya komunikasi secara
langsung antara guru dan pimpinan, hal ini ditandai dengan kurang efektifnya pertemuan
yang bersifat rutin antara guru dan pimpinan;
d. Kurangnya perhatian pimpinan
terhadap guru baik yang rajin maupun yang tidak rajin, terlihat, pimpinan tidak
memberi ruang cukup untuk bawahannya berkarier dan meningkatkan kompetensinya, dukungan
terhadap peningkatan sumber daya guru kurang, ditandai masih rendahnya dukungan
/ bantuan pendidikan dan pelatihan bagi guru;
e. Motivasi guru rendah. Rendahnya
motivasi kerja guru timbul karena kompensasi yang diterima guru masih rendah/
masih terdapat kesenjangan antara guru yang sudah disertifikasi dengan yang
belum disertifikasi sehingga penghasilan bulanan guru berbeda;
f. Adanya ketidak harmonisan
hubungan antara sesama guru dan kurangnya rasa kebersamaan diantara guru,
sehingga berdampak pada kecenderungan
membentuk kelompok sendiri-sendiri di sekolah;
g. Masih terdapat guru yang
tidak sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki atau mengajar bukan
mata pelajaran yang diampunya, masih terdapat guru yang berstrata pendidikan
diploma;
h. Nilai-nilai budaya organisasi
di sekolah belum dipegang teguh oleh para guru, hal ini terilihat masih adanya guru
yang mengabaikan tugas mengajar dan pembimbingan siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler,
dan tata tertib sekolah yang sudah disepakati kurang dijalankan dengan baik.
2.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar
belakang, dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian
ini dibatasi pada upaya untuk menganalisis dan mengungkap hubungan antara gaya
kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi dengan motivasi kerja guru
pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Cirebon. Dengan istilah lain,
penelitian dibatasi pada masalah:
1. Motivasi kerja guru sebagai
variabel endogen (Y);
2. Gaya kepemimpinan kepala
sekolah sebagai variabel eksogen (X1)
3. Budaya organisasi sebagai
variabel eksogen (X2).
C.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan
antara gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan motivasi kerja guru di Sekolah
Menengah Atas Negeri Kota Cirebon?
2. Apakah terdapat hubungan antara
budaya organisasi dengan motivasi kerja guru di Sekolah Menengah Atas Negeri
Kota Cirebon?
3. Apakah terdapat hubungan antara
gaya kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan
motivasi kerja guru di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Cirebon?.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai hubungan antara gaya
kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi dengan motivasi kerja guru ini
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoretis
Secara
teoretis penelitian ini bermanfaat sebagai bahan kajian untuk mengembangkan konsep-konsep administrasi
pendidikan terutama mengenai konsep-konsep tentang kepemimpinan kepala sekolah,
budaya organisasi dan motivasi kerja guru.
2.
Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai berikut:
a.
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti maupun pembaca
lainnya untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan dalam menganalisis motivasi
kerja guru, gaya kepemimpinan kepala sekolah, dan budaya organisasi.
b. Masukan informasi tambahan bagi
kepala sekolah, dan guru khususnya di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Cirebon
tentang motivasi kerja guru.
c. Masukan bagi dinas pendidikan
kota Cirebon terkait dalam memberikan penilaian motivasi kerja guru dan gaya
kepemimpinan kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Cirebon.
d. Pertimbangan bagi pihak
terkait dalam upaya melaksanakan perbaikan dan peningkatan motivasi kerja guru dan budaya organisasi sekolah di Sekolah
Menengah Atas Negeri Kota Cirebon.
e. Pertimbangan bagi
pembuat kebijakan dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Cirebon.
f. Bahan feed back bagi
efektivitas gaya kepemimpinan kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Cirebon sehingga
menjadi lebih berkualitas.
g. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk peningkatan karir dan pengembangan
profesi.
Comments
Post a Comment