Karakter Ini Sering Disadari Tapi Tak Perduli

Karakter Ini Sering Disadari Tapi Tak Perduli

Terdapat banyak karakter didalam diri manusia yang sering disadari tapi tak perduli. Banyak para ahli memberikan kupasan dan memaparkan pandangan-pandangannya terkait karakter manusia di dunia ini. Salah satu istilah dalam karakter manusia moderen yang jarang kita perhatikan untuk diperbaiki yaitu karakter seorang Hipokrisi atau hipokrit. Hipokrisi atau hipokrit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘kemunafikan’ dan ‘Munafik’ ini disesuaikan dengan bahasa Yunani. Sebelum Masehi, hipokrit berasal dari hypokrites adalah ‘penafsir’ yaitu orang yang menafsir mimpi dan menafsir lakon atau aktor. Arti hipokrit sebagai aktor diacu oleh Plato dalam Republik dan Sokrates dalam Simposium. Beralihnya arti penafsiran menjadi munafik, pertama kali ditemukan dalam kitab Kata Loukan, khususnya pada pasal 13 bait 15, berbunyi “haperkrithe de auton o kyrios kai eipen, hypokritai...,” artinya, “tetapi dijawab oleh Gusti, katanya, hai munafik....” (Alif Danya Munsyi, 2003).

Kamus Besar Oxford Advanced mendefinisikan “a person who pretends to have moral standards or opinions that they do not actually have” dalam kalimat ini mengandung makna, orang-orang yang memiliki kecenderungan karakter diri yang bersebrangan antara jatidiri yang sesungguhnya dengan lakon yang diperankan dalam aktivitasnya.

Ilmu psikologi modern memandang orang yang memiliki karakter ini disebut dengan istilah split personality karena dianggap seseorang yang memiliki karakter hipokrit, jatidirinya terbelah menjadi dua dan saling bertentangan. Satu menjalankan peran “Out Personality” yang tampil dan berbicara dihadapan publiknya, sementara peran kedua yang dijalankan lebih bersifat “Inner Personality” dan hanya diketahui oleh dirinya sendiri, dengan kata lain karakter hipokrit tidak pernah sama antara yang diucapkan dengan yang dilaksanakannya alias sama dengan orang yang sedang mengalami sakit secara mental karena penuh dengan kepura-puraan. Baca Juga DISINI 


Pada dasarnya manusia akan selau hidup berdampingan dengan manusia lainnya, bahkan sampai ajal tibapun manusia tak bisa mengelak akan kebutuhan berdampingan dengan manusia lainnya. Terlalu na’if jika mengaku tak membutuhkan bantuan dari orang lain. Disamping itu dinamika dalam berkehidupan yang memiliki banyak problematika yang kompleks sudah barang tentu memerlukan solusi dan penyelesaian, sehingga berbagai upaya dilakukan agar meraih ketenangan dalam berkehidupan. Istilah hipokrit dalam pandangan penulis merupakan suatu kata yang sangat asing yang memiliki kesamaan makna dengan istilah munafik. Hipokrit itu sendiri merupakan prilaku yang sering dilakukan oleh setiap insan dimuka bumi ini. Entah ia seorang Politisi, Pendidik (guru/Dosen), petani, nelayan, buruh, praktisi, masyarakat sipil atau non sipil yang notabene sudah dipastikan mengharapakan adanya imbalan, buah dari sikap hipokrit itu sendiri.

Terlepas imbalan seperti apapun yang didapat. Padahal jika mengacu pada dogma agama, tentunya memerintahkan untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang ikhlas beramal tanpa mengharapkan imbalan. Dan hal tersebut sudah sangat bertolak belakang dengan ajaran agama. Nampaknya masyarakat hari ini sudah mengalami pergeseran nilai yang “akut” dalam persoalan sosial. Contoh kecil realita seorang pemuda sedang melakukan pendekatan kepada seorang perempuan idamannya, sudah dipastikan pemuda tersebut akan merubah segala sesuatu yang berkaitan dengan penampilan serta gayanya agar dipandang baik oleh perempuan idamannya itu, sekalipun itu dilakukan cenderung dipaksakan, meng ada-ada atau tidak menggambarkan sejati dirinya.

Begitupun dalam dunia akademisi, seorang mahasiswa semester akhir yang ingin dipandang baik oleh dosen pembimbing, akan menunjukan sikap seorang mahasiswa yang lugu dan penuh dengan penghormatan demi meraih penilaian yang baik pula. Begitupun dalam dunia politik yang semakin hari semakin memanas, antara satu kubu dengan kubu yang lainnya, terus berusaha melakukan loby politik dan berbagai pencitraan agar meraih dukungan yang banyak, demi sebuah kepentingan yang diharapakan, meskipun memiliki perbedaan visi, misi dan tujuan partai sekalipun.

Budaya organisasi kemahasiswaan juga tak luput dari sikap-sikap hipokrit sehingga wajar kalau kedaulatan dalam berorganisasi sulit untuk diwujudkan. Mahasiswa sebagai agen perubahan dalam setiap segmen kehidupan berbangsa dan bernegara tidak lagi bisa diharapkan secara utuh dan ideal oleh masyarakat. Fenomena rendahnya kualitas penegakan hukum, melemahnya nilai tukar rupiah, terpuruknya ekonomi bangsa, rendahnya kesadaran toleransi beragama serta fakta-fakta lain yang terjadi di Republik ini.
Karena hari ini, mahasiswa minim akan kesadaran kolektif atas persoalah-persoalan kebangsaan yang seharusnya dikritisi secara total, adil dan bijaksana demi kepentingan yang lebih bersifat universal. Minimnya respon kolektif organisasi kemahasiswaan ini pula menjadi salah satu indikator penting dari sebuah sikap dan karakter hipokrit yang barangkali sudah menjamur dikalangan kita sehingga mampu meluluh lantahkan nilai-nilai independensi etis dan independensi organisatoris yang melekat pada jiwa atau ruh aktivis kemahasiswaan.

Perlukah penyakit hipokrit ini kita obati ? Lalu bagaimana pengobatan yang dapat kita lakukan untuk mengobati kesakitan karakter ini ?
Wallahualam bissawab.
Mukti Tubagus Maulana, 11/08/16

Comments

Popular posts from this blog

Biografi Lengkap Prof. Dr. H. Cecep Sumarna

Soal UAS Mata Kuliah Filsafat Pendidikan STKIPM Kuningan

Paradigma Terbalik